Perencanaan dan Pengelolaan Tenaga Kerja
Perencanaan
Tenaga Kerja
Sebuah
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya dalam rangka mencapai tujuan
memerlukan perencanaan Sumber daya manusia yang efektif. Suatu organisasi
menurut Riva’i (
2004:35) “tanpa didukung pegawai/karyawan yang sesuai baik segi
kuantitatif, kualitatif, strategi dan operasionalnya, maka organisasi/perusahaan
itu tidak akan mampu mempertahankan keberadaannya, mengembangkan dan memajukan
di masa yang akan datang”.
Karena
itu diperlukan langkah-langkah manajemen guna lebih menjamin bahwa organisasi
tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai jabatan, fungsi,
pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan . Perencanaan sumber daya manusia (Human
Resource Planning) merupakan proses manajemen dalam menentukan pergerakan
sumber daya manusia organisasi dari posisi yang diinginkan di masa depan,
sedangkan sumber daya manusia adalah seperangkat proses-proses dan aktivitas
yang dilakukan bersama oleh manajer sumber daya manusia dan manajer lini untuk
menyelesaikan masalah organisasi yang terkait dengan manusia.
Perencanaan
tenaga kerja mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan individu, organisasi
dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan tenaga kerja adalah menghubungkan
SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang untuk
menghindari mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
1. Pengertian
Mondy
& Noe (1995) mendefinisikan Perencanaan SDM sebagai proses yang secara
sistematis mengkaji keadaan sumber daya manusia untuk memastikan bahwa jumlah
dan kualitas dengan keterampilan yang tepat, akan tersedia pada saat mereka
dibutuhkan”. Kemudian Eric Vetter dalam Jackson & Schuler (1990) dan
Schuler & Walker (1990) mendefinisikan Perencanaan sumber daya manusia (HR
Planning) sebagai; proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya
manusia organisasi dari posisinya saat ini menuju posisi yang diinginkan di
masa depan. Dari konsep tersebut, perencanaan sumber daya manusia dipandang
sebagai proses linear, dengan menggunakan data dan proses masa lalu (short-term)
sebagai pedoman perencanaan di masa depan (long-term).
Berbagai
pandangan mengenai definisi perencanaan sumber daya manusia seperti yang
dikemukakan oleh Handoko (1997), Perencanaan sumber daya manusia atau
perencanaan tenaga kerja merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi permintaan-permintaan bisnis dan lingkungan pada organisasi di
waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang
ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut. Di mana secara lebih sempit
perencanaan sumber daya manusia berarti mengestimasi secara sistematik
permintaan (kebutuhan) dan suplai tenaga kerja organisasi di waktu yang akan
datang. Pandangan lain mengenai definisi perencanaan sumber daya manusia
dikemukakan oleh Mangkunegara ( 2003) Perencanaan tenaga kerja dapat diartikan
sebagai suatu proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan
peramalan pengembangan, pengimplementasian, dan pengendalian kebutuhan tersebut
yang berintegrasi dengan perencanaan organisasi agar tercipta jumlah pegawai,
penempatan pegawai yang tepat dan bermanfaat secara ekonomis.
Dari
beberapa pengertian tadi ,maka perencanaan tenaga kerja adalah serangkaian
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sistematis dan strategis yang
berkaitan dengan peramalan kebutuhan tenaga kerja/pegawai di masa yang akan
datang dalam suatu organisasi (publik, bisnis ) dengan menggunakan sumber
informasi yang tepat guna penyediaan tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas
sesuai yang dibutuhkan.
Adapun
dalam perencanaan tersebut memerlukan suatu strategi yang didalamnya terdapat
seperangkat proses-proses dan aktivitas yang dilakukan bersama oleh manajer
sumber daya manusia pada setiap level manajemen untuk menyelesaikan masalah
organisasi guna meningkatkan kinerja organisasi saat ini dan masa depan serta
menghasilkan keunggulan bersaing berkelanjutan. Dengan demikian, tujuan
perencanaan tenaga kerja adalah memastikan bahwa orang yang tepat berada pada
tempat dan waktu yang tepat, sehingga hal tersebut harus disesuaikan dengan
rencana organisasi secara menyeluruh.
Untuk
merancang dan mengembangkan perencanaan sumber daya manusia yang efektif
menurut Manzini (1996) untuk, terdapat tiga tipe perencanaan yang saling
terkait dan merupakan satu kesatuan sistem perencanaan tunggal.
1. Strategic
planning yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan organisasi dalam lingkungan persaingan.
2. Operational planning,
yang menunjukkan demand terhadap SDM, dan
3. Human resources
planning, yang digunakan untuk memprediksi
kualitas dan kuantitas kebutuhan
sumber daya manusia dalam jangka pendek dan jangka panjang yang menggabungkan
program pengembangan dan kebijaksanaan SDM.
Untuk
memudahkan organisasi melakukan berbagai tindakan yang diperlukan, diperlukan
mengintegrasikan antara perencanaan tenaga kerja dengan perencanaan strategik,
manakala terjadi perubahan dan tuntutan perkembangan lingkungan organisasi yang
demikian cepat . Sedangkan tujuan pengintegrasian perencanaan tenaga kerja
adalah untuk mengidentifikasi dan menggabungkan faktor-faktor perencanaan yang
saling terkait, sistematik, dan konsisten. Salah satu alasan untuk
mengintegrasikan perencanaan tenaga kerja dengan perencanaan strategik dan
operasional adalah untuk mengidentifikasi human resources gap antara demand dan supply,
dalam rangka menciptakan proses yang memprediksi demand sumber daya manusia yang muncul dari
perencanaan strategik dan operasional secara kuantitatif dibandingkan dengan
prediksi ketersediaan yang berasal dari program-program SDM.
Pemenuhan
kebutuhan tenaga kerja organisasi di masa depan ditentukan oleh kondisi faktor
lingkungan dan ketidakpastian, diserta tren pergeseran organisasi dewasa ini.
Organisasi dituntut untuk semakin mengandalkan pada speed atau kecepatan, yaitu mengupayakan
yang terbaik dan tercepat dalam memenuhi kebutuhan tuntutan/pasar (Schuler
& Walker, 1990).
A. Proses
Perencanaan Tenaga Kerja
Strategi
perencanaan tenaga kerja adalah alat yang digunakan untuk membantu organisasi
untuk mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan tenaga kerja.
Strategi tenaga kerja ini memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana
kegiatan tenaga kerja akan dikembangkan dan dikelola.
Pengembangan
rencana tenaga kerja merupakan rencana jangka panjang. Contohnya, dalam
perencanaan tenaga kerja suatu organisasi harus mempertimbangkan alokasi
orang-orang pada tugasnya untuk jangka panjang tidak hanya enam bulan kedepan
atau hanya untuk tahun kedepan. Alokasi ini membutuhkan pengetahuan untuk dapat
meramal kemungkinan apa yang akan terjadi kelak seperti perluasan, pengurangan
pengoperasian, dan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi organisasi
tersebut.
B. Prosedur
Perencanaan Tenaga Kerja
Menetapkan
secara jelas kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan. Mengumpulkan
data dan informasi tentang tenaga kerja. Mengelompokkan data dan informasi
serta menganalisisnya. Menetapkan beberapa alternative. Memilih yang terbaik
dari alternative yang ada menjadi rencana. Menginformasikan rencana kepada para
karyawan untuk direalisasikan.
Metode
perencanaan tenaga kerja ,dikenal atas metode nonilmiah dan metode ilmiah.
Metode nonilmiah diartikan bahwa perencanaan tenaga kerja hanya didasarkan atas
pengalaman, imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencanaannya saja.
Rencana semacam ini risikonya cukup besar, misalnya kualitas dan kuantitas
tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akibatnya timbul
mismanajemen dan pemborosan yang merugikan perusahaan.
Metode
ilmiah diartikan bahwa perencanaan tenaga kerja dilakukan berdasarkan atas
hasil analisis dari data, informasi, dan peramalan (forecasting) dari
perencananya. Rencana SDM semacam ini risikonya relatif kecil karena segala
sesuatunya telah diperhitungkan terlebih dahulu.
C. Perekrutan
Tenaga Kerja
Karyawan
sebagai sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi perusahaan.
Mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan merupakan
kunci utama bagi kesuksesan bisnis perusahaan. Manajemen Perekrutan (Recruitment
management) adalah salah satu proses dalam Administrasi Personalia (Personnel
Administration) pada departemen Human
Resource Development (HRD)
yang mendukung para pengambil keputusan dalam menentukan sumber daya manusia
yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.
Definisi
Rekrutmen Menurut Henry Simamora (1997:212) Rekrutmen (Recruitment)
adalah serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi,
kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan
yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Menurut Schermerhorn, 1997
Rekrutmen (Recruitment) adalah proses penarikan sekelompok kandidat
untuk mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan membawa peluang
pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan
keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan. Menurut Faustino Cardoso Gomes
(1995:105) Rekrutmen merupakan proses mencari, menemukan, dan menarik para
pelamar untuk dipekerjakan dalam dan oleh suatu organisasi. Rekrutmen merupakan
proses komunikasi dua arah. Pelamar-pelamar menghendaki informasi yang akurat
mengenai seperti apakah rasanya bekerja di dalam organisasi bersangkutan.
Organisasi-organisasi sangat menginginkan informasi yang akurat tentang seperti
apakah pelamar-pelamar tersebut jika kelak mereka diangkat sebagai pegawai.
Tujuan Rekrutmen Menurut Henry Simamora (1997:214).
Proses
rekrutmen memiliki beberapa tujuan, antara lain: 1) Untuk memikat sekumpulan
besar pelamar kerja sehingga organisasi akan mempunyai kesempatan yang lebih
besar untuk melakukan pemilihan terhadap calon-calon pekerja yang dianggap
memenuhi standar kualifikasi organisasi, 2) Tujuan pasca pengangkatan
(post-hiring goals) adalah penghasilan karyawan-karyawan yang merupakan
pelaksana-pelaksana yang baik dan akan tetap bersama dengan perusahaan sampai
jangka waktu yang masuk akal, 3) Penyisihan pelamar-pelamar yang tidak cocok /
penyaringan Setelah lamaran-lamaran diterima, haruslah disaring guna menyisihkan
individu yang tidak memenuhi syarat berdasarkan kualifikasi-kualifikasi
pekerjaan, 4) Pembuatan kumpulan pelamar Kelompok pelamar (applicant pool)
terdiri atas individu-individu yang telah sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan oleh perekrut dan merupakan kandidat yang layak untuk posisi yang
dibutuhkan.
Sistem
Rekrutmen Menurut Simamora (1997:246) untuk menciptakan suatu sistem rekrutmen
yang efektif para manajer dan manajer sumber daya manusia, seyogyanya
menerapkan beberapa hal, antara lain: 1) Mendiagnosis seefektif mungkin
(berdasarkan kendala waktu, sumber daya finansial, dan ketersediaan staff
pelaksana yang ada) faktor-faktor lingkungan dan organisasional yang
mempengaruhi posisi yang perlu diisi dan aktivitas rekrutmen, 2) Membuat deskripsi,
spesifikasi, dan standar kinerja yang rinci, 3) Menentukan tipe
individu-individu yang sering dikaryakan oleh organisasi dalam posisi yang
sama, 4) Menentukan kriteria-kriteria rekrutmen, 5) Mengevaluasi berbagai
saluran dan sumber rekrutmen, 6) Menyeleksi sumber rekrutmen yang kemungkinan
menghasilkan kelompok kandidat yang paling besar dan paling sesuai pada biaya
yang serendah mungkin, 7) Mengidentifikasikan saluran-saluran rekrutmen untuk
membuka sumber-sumber tersebut, termasuk penulisan iklan, menjadwalkan program
rekrutmen, 8) Menyeleksi saluran rekrutmen yang paling efektif biaya, 9)
Menyusun rencana rekrutmen yang mencakup daftar aktivitas dan daftar untuk
menerapkannya.
D. Manfaat
Perencanaan Tenaga Kerja
Dengan
perencanaan tenaga kerja diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik bagi
perusahaan maupun bagi karyawan. Manfaat-manfaat tersebut antara lain:
(Rivai,2004) 1) Perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang ada
dalam perusahaan secara lebih baik, 2) Melalui perencanaan tenaga kerja
yang matang, efektivitas kerja juga dapat lebih ditingkatkan apabila tenaga
kerja yang ada telah sesuai dengan kebutuhan perusahaan, 3)
Produktivitas dapat lebih ditingkatkan apabila memiliki data tentang
pengetahuan, pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh tenaga kerja, 4)
Perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan penentuan kebutuhan
tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasinya untuk
mengisi berbagai jabatan dan menyelenggarakan berbagai aktivitas baru
kelak, 5) Salah satu segi manajemen sumber daya manusia yang dewasa ini
dirasakan semakin penting ialah penaganan informasi ketenagakerjaan.
E. Peramalan
(forecasting)
Peramalan
(forecasting) menggunakan informasi masa lalu dan saat ini untuk
mengidentifikasi kondisi masa depan yang diharapkan. Proyeksi untuk masa yang
akan datang tentu saja ada unsur ketidaktepatan. Basanya orang yang
berpengalaman mampu meramal cukup akurat terhadap benefit organisasi dalam
rencana jangka panjang.
Pendekatan-pendekatan
untuk meramal tenaga kerja dapat dimulai dari perkiraan terbaik dari para
manajer sampai pada simulasi komputer yang rumit. Asumsi yang sederhana mungkin
cukup untuk jarak tertentu, tetapi jarak yang rumit akan diperlukan untuk yang
lain
Jangka
waktu peramalan tenaga kerja harus dilakukan melalui tiga tahap: perencanaan
jangka pendek, menengah dan panjang.
Penekanan
utama dari peramalan tenaga kerja saat ini adalah meramalkan kebutuhan tenaga
kerja organisasi atau permintaan kebutuhan akan tenaga kerja. Ramalan
permintaan dapat berupa penilaian subjektif atau matematis.
Pengelolaan Tenaga
Kerja
Bagi perusahaan, karyawan adalah asset yang
paling bernilai. Untuk hal ini, Robert Owen (1771–1858) juga menekankan bahwa
unsur karyawan merupakan unsur terpenting dalam operasi perusahaan. Karyawan
bahkan disebutnya sebagai vital machine. Lebih
lanjut, dikatakan juga bahwa peningkatan produktivitas akan tercapai apabila
terdapat peningkatan kondisi karyawan. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi di
tempat kerja dan di luar tempat kerja. Dengan demikian, perusahaan bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap karyawan, baik secara material maupun moral. Dari
aspek sistem produksi operasi sendiri, bagaimana pun canggih dan mutakhirnya
sebuah mesin, tidak ada satu mesin pun yang dapat menyamai sumbangan instrinsik
manusia –karyawan, baik dari unsur diversitas keterampilan, emosional, maupun
tingkatan prestasi. Karyawan memiliki perilaku yang unik dan tidak dapat
diduga, sehingga benar apa yang dikatakan para pakar bahwa managing people seringkali merupakan kegiatan yang
paling rumit, paling kompleks bagi seorang manajer.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui berbagai pandangan mengenai
tujuan yang hendak dicapai dalam pengelolaan karyawan, prinsip-prinsip dalam
pengelolaan karyawan, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pendekatan dalam
disain kerja, dan diakhiri dengan pembicaraan mengenai tekhnik-tekhnik
pengukuran kerja.
A. Tujuan Pengelolaan Karyawan
Ketika model-model kuantitatif dan operation research mencapai
puncak kejayaannya sekitar tahun 1950-an, dapat dikatakan bahwa pada waktu itu,
perhatian atau concern pihak manajemen
terhadap karyawan di dalam perusahaan seakan-akan disingkirkan. Dengan berbagai
model dan pendekatan, semua persoalan di dalam perusahaan diusahakan dapat
diselesaikan. Melalui pendekatan tersebut karyawan bahkan dianggap sebagai
mesin, salah satu faktor produksi. Meskipun demikian, pada saat yang sama para
ahli perilaku dan psikologi berhasil menyumbangkan suatu gagasan hasil
penelitian mengenai pola perilaku karyawan di dalam perusahaan. Tidak dapat
dihindarkan, hasil penelitian ini membuat munculnya perspektif baru dalam
pengelolaan karyawan. Sejalan dengan itu, timbul suatu kebutuhan yang mendesak
untuk lebih banyak menerapkan penelitian keperilakuan dalam perusahaan, dan
pada gilirannya pada bidang manajemen produksi operasi. Sebagian besar manajer
mengakui bahwa tanggung jawab yang paling banyak menyita perhatian adalah
masalah pengelolaan karyawan. Meskipun demikian, tujuan yang paling penting
adalah pencapaian prestasi. Dalam lingkup manajemen produksi operasi, prestasi
kadang kali disejajarkan dengan produktivitas. Tetapi pengertian itu kurang
memadai. Prestasi tidak hanya menyangkut produktivitas saja. Lebih jauh,
prestasi harus melibatkan semua tujuan dalam produksi operasi, katakanlah
seperti service excellent, penghematan biaya, kualitas, delivery, dan bahkan fleksibilitas.
Aliran klasik dalam manajemen memusatkan perhatian pada penerapan
prinsip-prinsip ilmiah untuk meningkatkan produktivitas dan menekan biaya.
Pendapat ini berarti, karyawan harus diatur sedemikian rupa sehingga
produktivitas dapat tercapai dan segala bentuk pemborosan dapat dihindarkan.
Sementara itu, aliran perilaku muncul dan berkembang akibat adanya pembuktian
bahwa aliran klasik tidak benar-benar membantu pencapaian efisiensi produksi
dan keserasian kerja. Aliran perilaku mengubah konsep manusia rasional aliran
klasik menjadi konsep manusia sosial. Di dalam konsep ini, ada keyakinan bahwa
manusia bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah dengan maksud mencukupi
kebutuhan hidupnya, lebih jauh dari itu, manusia bekerja untuk memperoleh
pemuasan dari kebutuhan sosialnya. Dan pada kenyataannya, pendekatan ini lebih
banyak menyumbang pada peningkatan prestasi ketimbang pendekatan manusia
rasional.
Pandangan lain tentang tujuan pengelolaan karyawan dikemukakan oleh
Herbert Simon (1960). Simon menyatakan bahwa tujuan pengelolaan karyawan adalah
pencapaian prestasi yang memuaskan. Perhatikan bahwa Simon menggunakan phrase “prestasi memuaskan” dan bukan “prestasi
maksimum”. Penggunaan kata “maksimum” kadang kala menyesatkan. Maksimum bukan
dengan sendirinya berarti perolehan tertinggi. Maksimum hanya mengarah kepada
hasil tetapi tidak kepada usaha untuk mendapatkan hasil tersebut. Sebaliknya,
dengan kata “memuaskan”, berarti prestasi yang memungkinkan perusahaan dapat
bertahan dalam situasi dan kondisi bisnis yang penuh persaingan agar
dapat survive. Singkatnya, kata “maksimum” tidak menunjukkan
pengorbanan untuk memperolehnya, sementara kata pengorbanan itu sendiri sudah
inheren dengan kata “memuaskan”.
Lebih lanjut, patut diingat bahwa tujuan kepuasan dan tujuan prestasi
karyawan biasanya bertolak belakang. Apabila parameternya adalah prestasi,
kepuasan karyawan akan dikesampingkan. Sebaliknya, penggunaan kepuasan sebagai
parameter akan menempatkan prestasi ke tempat yang paling bawah. Memang pada
kenyataannya, sulit untuk menentukan mana yang paling baik bagi perusahaan,
“karyawan puas karena berprestasi” atau “karyawan berprestasi karena puas”.
B. Prinsip-prinsip Pengelolaan Karyawan
Secara umum, pengelolaan karyawan dalam perusahaan mengikuti
kecenderungan sebagai berikut:
§ Model Hubungan Manusiawi (19301–1940)
§ Model Manajemen Partisipatif (1950)
§ Model T-Group (1960)
§ Model Pemerkayaan Pekerjaan (1970)
§ Model Quality Cycle (1980)
Peralihan kecenderungan ini bukan berarti bahwa pendekatan di atas tidak
dapat lagi dipergunakan saat ini. Sebaliknya, dalam kondisi dan situasi
tertentu yang sesuai, pendekatan itu akan sangat berguna. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa semua pendekatan itu dapat dipergunakan secara bersamaan dan
simultan. Selain menganjurkan penggunaan pendekatan di atas, di bawah ini akan
disajikan 7(tujuh) prinsip pengelolaan karyawan yang baik, berlaku luas, dan
dapat dipergunakan pada situasi dan kondisi yang beraneka ragam.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
§ Cocokkan karyawan dengan pekerjaan :
Prinsip ini berarti pekerjaan harus dirancang untuk karyawan yang tersedia.
Selain itu, karyawan juga didorong untuk menerima pekerjaan yang dapat memenuhi
kebutuhan individunya. Hal ini berarti, kar- yawan diberikan otonomi dalam
bekerja. Berkaitan dengan itu, Hackman dan Oldham menyatakan bahwa otonomi di
dalam pekerjaan akan mempengaruhi rasa tanggung jawab para karyawan akan hasil
kerja. Otonomi ini dapat dicapai dengan memberikan lebih banyak wewenang
pengambilan keputusan kepada karyawan.
§ Definisikan tanggung jawab karyawan secara jelas : Kejelasan tanggung jawab biasanya dilakukan melalui job description yang tertulis atau berisikan
tentang tujuan tugas yang selalu dimodifikasi. Dilain pihak, ketidakjelasan
tanggung jawab akan dapat meningkatkan perasaan frustrasi karyawab dan pada
gilirannya akan berakibat pada kualitas, produktivitas, dan tingkat konflik
yang dialami karyawan.
§ Tetapkan standar prestasi: Adanya
standar prestasi akan mengurangi ketergantungan karyawan pada penyelia. Standar
prestasi berarti ada suatu rumusan yang jelas tentang apa yang harus dicapai
karyawan, sekaligus membuka kemungkinan lebih besar untuk mendesentralisasikan
lebih banyak tugas kepada karyawan.
§ Komunikasi dan keterlibatan karyawan: Gagasan
manajemen partisipatif digalakkan kembali pada prinsip ini. Artinya, karyawan
pantas untuk tahu berbagai kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan dan
merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi kebijakan melalui peran serta dalam
pengambilan keputusan. Ada kebanggaan akan keahlian yang dimulai pada manajemen
puncak dan merembes ke keseluruhan perusahaan. Akibatnya, karyawan tahu bahwa
ia bertanggung jawab dan menerima tanggung jawab tersebut. Jepang dapat
dikatakan sebagai negara penganut prinsip ini secara kaku.
§ Mengadakan pendidikan dan latihan: Dalam
situasi di mana pengetahuan berkembang dengan pesat, adanya pendidikan dan
pelatihan mutlak diperlukan untuk menunjang karier. Melalui pendidikan dan
latihan, pandangan karyawan diperluas melalui tambahan pengetahuan, serta dapat
menyumbang pada pencapaian integrasi perusahaan.
§ Menjamin supervisi yang baik: Tidak ada
yang lebih mendasar bagi karyawan selain daripada adanya penyeliaan yang baik.
Seorang penyelia harus memiliki keahlian, baik teknologi, konseptual, maupun
manusiawi. Menurut teori perilaku, apabila karyawan mengetahui prestasi apa
yang diharapkan darinya dan diberikan kesempatan untuk mewujudkan harapan ini,
mereka akan termotivasi untuk lebih berprestasi.
§ Penghargaan atas prestasi kerja: Semua
karyawan membutuhkan penghargaan atas prestasi kerjanya. Apabila standar telah
ditetapkan, giliran penetapan berikutnya adalah pemberian penghargaan kepada karyawan
yang telah mencapai atau melebihi standar itu. Penghargaan yang diberikan dapat
berupa penghargaan material maupun im-material.
C. Disain Kerja
Sebelum rancangan kerja dimulai, produk umumnya telah lebih dahulu
ditetapkan. Ada kalanya teknologi atau proses sudah ditentukan. Apabila
kondisinya demikian, maka fleksibilitas yang tersisa hanya sedikit karena
pekerjaan hampir seluruhnya telah diserap oleh teknologi proses. Disain kerja
dapat diartikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan individual dan
kelompok secara organisasional. Dengan kata lain, disain kerja merupakan fungsi
penstrukturan tentang isi dan metode kerja. Hal ini berarti, suatu disain kerja
harus berisikan paling tidak 6(enam) uraian, yaitu: a) tugas apa yang harus
dilaksanakan; b) bagaimana melaksanakannya; c) kapan pekerjaan itu
dilaksanakan; d) di mana tempat pelaksanaannya; e) siapa pelaksana dan siapa
penanggungjawabnya; f) mengapa pekerjaan itu harus diselesaikan.
Rancangan kerja merupakan pokok bahasan yang kompleks. Untuk menelusurinya,
terlebih dahulu diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai variabel teknis
dan variabel sosial (karyawan). Apabila salah satu variabel ini tidak
diperhatikan, maka akan terjadi dis-equilibrium dalam
pekerjaan. Pekerjaan menjadi membosankan atau pekerjaan tidak memanfaatkan
kelebihan teknologi yang tersedia. Tujuan diadakannya rancangan kerja adalah
untuk menemukan pekerjaan yang dapat memenuhi persyaratan sosial dan
persyaratanan teknis sekaligus. Pendekatan ini mengarah pada pengembangan kerja
yang tidak semata-mata mencerminkan tingkat teknologi yang paling ekonomis
dengan menempatkan manusia sebagai mesin. Lebih jauh, pandangan ini juga harus
mempertimbangkan biaya-biaya yang mungkin timbul sebagai akibat tingginya
tingkat perputaran karyawan, absen, dan kejenuhan dalam bekerja.
D. Pengukuran Kerja
Tanggung jawab manajer adalah untuk mendefinisikan tujuan dan menjamin
bahwa tekhnik pengukuran kerja tersebut digunakan dengan tepat. Apabila tekhnik
pengukuran kerja yang diterapkan merupakan tekhnik yang benar-benar dapat
menjawab kebutuhan organisasi, maka dengan sendirinya berbagai macam kegunaan
dapat diperoleh. Tekhnik pengukuran kerja dapat digunakan untuk tujuan berikut:
§ Mengevaluasi Prestasi Kerja : Hal ini
dilakukan dengan membandingkan output aktual dalam suatu periode dengan output
standar yang ditentukan dari pengukuran kerja. Hasil yang diperoleh berupa
adanya kesesuaian atau ketidak-sesuaian antar output, yang dapat menjadi dasar
bagi pengambilan keputusan terhadap karyawan.
§ Merencanakan Kebutuhan Karyawan : Untuk suatu tingkat output tertentu dimasa mendatang, dan dengan
membandingkannya dengan ketersediaan waktu kerja, hasil pengukuran kerja dapat
digunakan untuk menentukan berapa banyak karyawan yang dibutuhkan.
§ Menentukan Kapasitas yang Tersedia: Dengan jumlah karyawan dan ketersediaan peralatan tertentu, ditambah
dengan ketersediaan waktu, standar kerja yang dimiliki organisasi dapat
digunakan untuk memprediksi kapasitas yang tersedia.
§ Menentukan Harga Produk: Standar
kerja yang diperoleh melalui pengukuran kerja merupakan salah satu unsur dalam
penetapan harga pokok dan harga jual. Keberhasilan penetapan harga produk akan
menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
§ Membandingkan Metode Kerja: Apabila
sedang dilakukan evaluasi dan penilaian atas beberapa metode yang berbeda,
standar kerja dapat memberikan dasar untuk melakukan perbandingan ekonomis atas
metode-metode tersebut.
§ Mempermudah Penjadwalan : Salah satu
input data bagi semua sistem penjadwalan adalah estimasi waktu bagi kegiatan
kerja. Estimasi waktu ini biasanya diturunkan dari pengukuran kerja.
§ Menentukan Upah Insentif: Karyawan
akan memperoleh insentif dan upah yang lebih tinggi apabila dapat mencapai atau
melampaui output tertentu. Kegunaan standar kerja dalam hal ini adalah
penentuan tingkat upah berdasarkan standar kerja sebesar 100%.
Dari penjelasan diatas mengenai “Perencanaan
dan Pengelolaan Tenaga Kerja”, terdapat juga masalah-masalah yang terjadi,
yaitu :
Masalah
ketenagakerjaan di Indonesia ini seharusnya dengan ditindak lanjuti secepatnya
karna masalah-masalah ketenagakerjaan di Indonesia semakin buruk. Pendidikan
yang diterapkan di Indonesia belum tentu bisa mengatasi permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia, bahkan semakin menambah angka pengangguran.
Karna
banyaknya pendidikan yang mereka tempuh tidak dibekali dengan sekil yang
bakalan mereka pakai ketika mendaftar keperusahaan yang ada.
Selain
itu masih banyak yang berfikir untuk menjadi tenaga kerja bukan membuat peluang
kerja, ini juga yang harus ditanamkan pada setiap baik itu yang masih menempu
jenjang pendidikan SD sampai perkuliahan sampai masyarakat yang tidak menempuh
pendidikan sampai setinggi itu, melalui pelatihan.
Sehingga
masalah-masalah ketenagakerjaan akan berkurang. Berikut penjelasan mengenai
permasalaha tenaga kerja di Indonesia beserta solusi apa baik untuk diterapkan
di Indonesia.
A. Jumlah
angkatan kerja yang besar
sedangkan kesempatan kerja yang minim.
Hal
tersebut dikarnakan tingginya tingkat kelahiran atau pertubuhan penduduk.
Selain itu banyak sekali alumni-alumni perguruan tinggi negri maupun suasta
yang meluluskan mahasiswanya namun tidak memiliki sekil yang lebih sesuai
dengan pendidikan yang mereka tempuh.
Mereka
berfikir bahwa setelah lulus nanti ingin bekrja PT ini, keperusahaan ini dan
lain-lain. Jika lulusan SMP dan SMA berfikir seperti itu wajar, tapi bagaimana
dengan lulusan sarjana? Jika semua berfikir ingin menjadi pekerja wajar saja
banyak pengangguran dikarnakan keterbatasan peluang kerja.
Sejatinya
lulusan perguruan tinggi tersebut dididik untuk menciptakan lowongan perkejaan
bukan menjadi pekerja. Ini yang harus dirumah dalam pola piker mahasiswa. Jika
semakin banyak yang berfikir demikian maka akan semakin banyak juga kesempatan
kerja, jadi tidak sekedar menyalahkan pemerintah terus.
Solusi
mengatasi angkatan kerja yang besar ini bisa saja dengan menerapkan sistem KB
(keluarga berencana) jadi setiap keluarga dibatasi 2 anak saja. Jadi KB ini
bisa menekan tingginya pengangguran yang dikarnakan tingginya kesempatan kerja
yang tidak diiringi dengan lowongan kerja.
Akan
tetapi ada solusi yang lebih baik, yaitu agaimana pemerintah ini bisa
memanfaatkan tingkat kelahiran yang tinggi ini, dimana kebanyakan adalah
usia-usia produktif. Jadi bagaimana pemerintah daerah atau pusat bisa
memanfaatkan bonus demografi tersebut.
Yaitu
seperti yang dikarakan presiden Ri Joko Widodo mengenai revolusi mental. Dengan
melalui pelatihan pelatihan yang mengubah mindset kebanyakan orang ingin
menjadi pekerja, tapi bagaimana menjadi penyedia peluang pekerjaan.
Bayangkan
ketika setiap alumni perguruan tinggi setiap tahunnya 40% dari mereka
menciptakan lowongan pekerjaan yang bisa menampung banyak pekerja, maka masalah
ketenaga kerjaan ini bisa diatasi.
B. Rendahnya Kualitas Tenaga Kerja
Hal
tersebut dikarnakan rendahnya pendidikan yang diberikan. Jika diamati selam 9
tahun belajar dibangku sekolah, hanya mengulang-ngulang pendidikan materi itu
saja mungkin lebih mendalam tapi itu semua tidak mengarah kepada pekerjaan yang
ada.
Karna
kurikulum pendidikan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang tersedia,
kurangnya pelatihan dan pemagangan kerja bisa membuat bingung mereka ketika
terjun kedunia kerja yang rill.
Seandainya
ada sekolahan yang bisa menggali potensi siswanya semenjak di bangku SMP, maka
ketika dia sudah menginjak SMA sudah tidak mempelajari pelajaran-pelajaran yang
tidak mengarah ke ahlian mereka, jadi bisa fokus dan ketika lulus bisa langsung
bekerja.
Untuk
mengatasi masalah rendahnya kualitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Melakukan
pelatihan kerja diluar
jam sekolah. Sehingga dalam pelatihan tersebut akan dihadapkan beginilah dunia
kerja yang akan dia hadapi ketika telah lulus.
2. Pemagangan,
disinilah mereka mempraktikan apa saja ilmu yang sudah mereka dapatkan selama
dibangku sekolah. Jadi mereka akan terbiasa.
3. Meningkatkan kualitas
pendidikan masyarakat yang
tidak mampu bersekolah melalui pelatihan kewrausahaan kemudia pemberian modal.
4. Membenahi upah dan gaji tenaga
kerja, sehingga para pekerja akan termotifasi kembali
untuk meningkatkan etos kerjanya. Setidaknya pekerjaan yang dia lakukan
setimpal dengan yang mereka peroleh.
C. Persebaran Tenaga Kerja Tidak
Merata
Persebaran
tenaga kerja tidak merata disebabkan karena terkonsentrasi (terpusat)nya
penduduk Indonesia di Pulau Jawa. Hampir 60 % penduduk Indonesia berada di
pulau Jawa.
Kondisi
ini dapat menimbulkan dampak semakin banyaknya jumlah pengangguran di pulau
Jawa, sedangkan di luar pulau Jawa pembangunan akan terhambat karena kekurangan
tenaga kerja untuk mengolah sumber daya yang ada.
Untuk
pemecahan masalah tersebut, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa
kebijakan dalam rangka pemerataan pesebaran tenaga kerja. Berikut ini beberapa
kebijakan yang dilakukan pemerintah.
-
Mengadakan transmigrasi
-
Pemberdayaan tenaga
kerja yang ada pada daerah tersebut. Dengan membekali usaha
usaha yang ada kemudian dikembangkan sehingga bisa menyerap tenaga kerja
yang banyak.
-
Mengembangkan sektor unggulan pada daerah
tersebut.
D. Pengangguran
Permasalah pengangguran
disebabkan oleh masalah-masalah yang telah dijelaskan diatas. Jadi jika masalah
yang diatas sudah teratasi dengan baik, maka angka pengangguran akan semakin
berkurang.
Selain itu juga pengangguran
terjadi karna pemutusan hubungan kerja secara masal baik itu dikarnakan
bangkrutnya usaha sehingga ada PHK atau tanpa didasari dengan alasan yang jelas.
Dan kebanyakan masyarakat Indonesia lebih
nyaman menunggu lowongan pekerjaan dari pada menciptakan kesempatan kerja.
PENUTUP
Berdasarkan
uraian sebelumnya, pada bab ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan :
1. Perencanaan sumber daya
manusia (Human Resource Planning) merupakan salah satu fungsi
dalam Manajemen Sumber daya manusia yang mengorientasi pada bagaimana menyusun
langkah-langkah strategi menyiapkan sumber daya manusia (pegawai/karyawan) dalam
suatu organisasi secara tepat dalam jumlah dan kualitas yang diperlukan . Perencanaan
tenaga kerja sebagai; proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber
daya manusia organisasi dari posisinya saat ini menuju posisi yang diinginkan
di masa depan
dengan menggunakan data sebagai pedoman perencanaan di masa depan.
2. Perencanaan sumber daya
manusia awal difokuskan pada perencanaan kebutuhan tenaga kerja
di masa depan serta cara pencapaian tujuannya dan implementasi program-program, yang
kemudian berkembang, termasuk dalam hal pengumpulan data untuk mengevaluasi keefektifan
program yang sedang berjalan dan memberikan informasi kepada perencana bagi pemenuhan
kebutuhan untuk revisi peramalan dan program dapat diperlukan. pemenuhan kebutuhan
untuk revisi peramalan dan program dapat diperlukan.
3. Dalam pelaksanaannya,
perencanaan tenaga kerja harus disesuaikan dengan strategi tertentu.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisikan adanya kesenjangan agar tujuan dengan kenyataan
dan sekaligus menfasilitasi keefektifan organisasi dapat dicapai.
Perencanaan
sumber daya manusia harus diintegrasikan dengan tujuan perencanaan jangka
pendek dan jangka panjang organisasi. Hal ini diperlukan agar organisasi bisa
terus survive dan dapat berkembang sesuai dengan tuntutan perubahan yang sangat
cepat dan dinamis.
Tujuan pengelolaan tenaga kerja dikemukakan oleh Herbert Simon (1960).
Simon menyatakan bahwa tujuan pengelolaan karyawan adalah pencapaian prestasi
yang memuaskan. Perhatikan bahwa Simon menggunakan phrase “prestasi memuaskan” dan bukan “prestasi
maksimum”. Penggunaan kata “maksimum” kadang kala menyesatkan. Maksimum bukan
dengan sendirinya berarti perolehan tertinggi. Maksimum hanya mengarah kepada
hasil tetapi tidak kepada usaha untuk mendapatkan hasil tersebut. Sebaliknya,
dengan kata “memuaskan”, berarti prestasi yang memungkinkan perusahaan dapat
bertahan dalam situasi dan kondisi bisnis yang penuh persaingan agar
dapat survive. Singkatnya, kata “maksimum” tidak menunjukkan
pengorbanan untuk memperolehnya, sementara kata pengorbanan itu sendiri sudah
inheren dengan kata “memuaskan”.
DAFTAR PUSTAKA
internetberitaku.perencanaan-sumber-daya-manusia.html
Tayaa90′s Weblog.PERENCANAAN DAN
PEREKRUTAN TENAGA KERJA _ Tayaa90’s Weblog.htm
Nursanti, T.Desy, 2002, Strategi
Teintegrasi Dalam Perencanaan SDM , dalam Usmara, A (ed), Paradigma Baru
Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta,
Amara books.
http://www.ilmuekonomi.net/2016/04/permasalahan-dan-solusi-ketenagakerjaan-di-indonesia.html