Kamis, 20 Oktober 2016

MANAJEMEN OPERASIONAL "TEKNIK PENGENDALI MUTU"


Teknik Pengendali Mutu







Dalam rekayasa dan manufaktur, pengendalian mutu atau pengendalian kualitas melibatkan pengembangan sistem untuk memastikan bahwa produk dan jasa dirancang dan diproduksi untuk memenuhi atau melampaui persyaratan dari pelanggan maupun produsen sendiri. Sistem-sistem ini sering dikembangkan bersama dengan disiplin bisnis atau rekayasa lainnya dengan menggunakan pendekatan lintas fungsional.ISO 9001:2008 dan TQM (Total Quality Management) adalah contoh standar dan pendekatan yang digunakan untuk pengendalian mutu.

Sebuah filosofi TQM adalah industri atau usaha yang berdaya saing sehingga perusahaan dapat bertahan dan berkembang. Setidaknya ada 3 (tiga) alasan mengapa harus memproduksi produk bermutu: (1) konsumen yang memiliki loyalitas tinggi adalah konsumen yang berorientasi pada mutu bukan konsumen yang berorientasi harga, (2) memproduksi barang bermutu akan meningkatkan produktivitas antara lain mengurangi penggunaan bahan berlebih dan mengurangi biaya sehingga harga jual bisa lebih murah, (3) menjual barang tidak bermutu akan menerima banyak keluhan dan pengembalian barang dari konsumen.

Sejak awal 1970-an faktor dinamis telah mengubah pasar yang kompetitif. Lebih dari sebelumnya, perusahaan harus bersaing secara global dan memenuhi standar kelas dunia untuk kualitas dan kinerja. Kompetisi kelas dunia membutuhkan perbaikan terus-menerus (kaizen:Jepang). Upaya perbaikan terus-menerus fokus pada peningkatan kualitas, mengurangi waktu siklus, dan memberikan peningkatan kepuasan pelanggan sebagai sarana untuk mencapai biaya terendah bisnis secara keseluruhan.

Terlepas dari kenyataan bahwa sistem manajemen mutu telah dikembangkan selama abad ini, masih ada beberapa aspek yang berbeda untuk manajemen mutu. Jika kita ingin mendapatkan konteks yang jelas dari manajemen mutu, maka perlu untuk meninjau perkembangan TQM. Dale (2003) telah membagi evolusi manajemen mutu menjadi empat tahap. Referensi Gambar 1, empat tahap antara lain inspeksi, kontrol kualitas (QC), dan jaminan kualitas (QA) dan manajemen kualitas total (TQM). Pada tahap yang berbeda, ada beberapa guru manajemen mutu yang berkontribusi untuk ilmu manajemen mutu. Beberapa guru yang paling penting yang mengikuti evolusi dari TQM adalah Amerika: Deming, Juran, Feigenbaum, Peters, Crosby. Jepang: Ishikawa, Taguchi, Shingo.

I.      Pengertian Teknik Pengendali Mutu
Dalam rekayasa dan manufaktur, pengendalian mutu atau pengendalian kualitas melibatkan pengembangan sistem untuk memastikan bahwa produk dan jasa dirancang dan diproduksi untuk memenuhi atau melampaui persyaratan dari pelanggan maupun produsen sendiri. Sistem-sistem ini sering dikembangkan bersama dengan disiplin bisnis atau rekayasa lainnya dengan menggunakan pendekatan lintas fungsional.ISO 9001:2008 dan TQM (Total Quality Management) adalah contoh standar dan pendekatan yang digunakan untuk pengendalian mutu.
Pengendalian mutu (Quality Control), atau QC untuk akronimnya, adalah suatu proses yang pada intinya adalah menjadikan entitas sebagai peninjau kualitas dari semua faktor yang terlibat dalam kegiatan produksi. Terdapat tiga aspek yang ditekankan pada pendekatan ini, yaitu:
1. Unsur-unsur seperti kontrol, manajemen pekerjaan, proses-proses yang terdefinisi dan telah terkelola dengan baik, kriteria integritas dan kinerja, dan identifikasi catatan.
2. Kompetensi, seperti pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kualifikasi.
3. Elemen lunak, seperti kepegawaian, integritas, kepercayaan, budaya organisasi, motivasi, semangat tim, dan hubungan yang berkualitas.
Lingkup kontrol termasuk pada inspeksi produk, di mana setiap produk diperiksa secara visual, dan biasanya pemeriksaan tersebut menggunakan mikroskop stereo untuk mendapatkan detail halus sebelum produk tersebut dijual ke pasar eksternal. Seseorang yang bertugas untuk mengawasi (inspektur) akan diberikan daftar dan deskripsi kecacatan-kecacatan dari produk cacat yang tidak dapat diterima (tidak dapat dirilis), contohnya seperti keretak atau kecacatan permukaan. Kualitas dari output akan beresiko mengalami kecacatan jika salah satu dari tiga aspek tersebut tidak tercukupi.
Penekanan QC terletak pada pengujian produk untuk mendapatkan produk yang cacat. Dalam pemilihan produk yang akan diuji, biasanya dilakukan pemilihan produk secara acak (menggunakan teknik sampling). Setelah menguji produk yang cacat, hal tersebut akan dilaporkan kepada manajemen pembuat keputusan apakah produk dapat dirilis atau ditolak. Hal ini dilakukan guna menjamin kualitas dan merupakan upaya untuk meningkatkan dan menstabilkan proses produksi (dan proses-proses lainnya yang terkait) untuk menghindari, atau setidaknya meminimalkan, isu-isu yang mengarah kepada kecacatan-kecacatan di tempat pertama, yaitu pabrik. Untuk pekerjaan borongan, terutama pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh instansi pemerintah, isu-isu pengendalian mutu adalah salah satu alasan utama yang menyebabkan tidak diperbaharuinya kontrak kerja.
Pengendalian Mutu Total (Total Quality Control)
"Pengendalian mutu total", disebut juga sebagai manajemen mutu total, merupakan suatu pendekatan yang melampaui teknik-teknik pengendalian mutu statistik biasa dan metode-metode peningkatan mutu. Pendekatan ini menyiratkan gambaran secara lengkap dan evaluasi ulang dari spesifikasi-spesifikasi dari produk, tidak hanya mempertimbangkan fitur-fitur terbatas yang dapat diubah-ubah dalam produk sebelumnya. Jika spesifikasi asli tidak mencerminkan persyaratan mutu yang benar, maka kualitas dari spesifikasi tersebut tidak dapat diinspeksi atau (bahkan) diproduksi menjadi produk. Misalnya, desain dari sebuah bejana tekan harus mencakup tidak hanya material dan dimensi, tetapi juga bagaimana tentang pengoperasiannya, dampak penggunaannya terhadap lingkungan , faktor-faktor keamanan, keandalan dan persyaratan-persyaratan kemampu-rawatan, dan dokumentasi dari temuan-temuan tentang persyaratan-persyaratan tersebut. Manajemen Mutu Total/ Total Quality Management (TQM) mengacu pada metode manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas dalam organisasi bisnis. TQM adalah pendekatan manajemen yang komprehensif yang bekerja horizontal di seluruh organisasi, yang melibatkan semua departemen dan karyawan, dan memperluas baik ke "belakang" maupun ke "depan", termasuk bagi para pemasok dan klien. TQM hanya salah satu dari banyak akronim yang digunakan untuk menamai sebuah sistem manajemen yang berfokus pada mutu. Akronim lainnya termasuk CQI (Continuous Quality Improvement/ Peningkatan Putu Berkelanjutan), SQC (Statistical Quality Control/ Pengendalian Kualitas Statistik), QFD (Quality Function Deployment), QIDW (Quality in Daily Work/ Kualitas dalam Pekerjaan Sehari-Hari), TQC (Total Quality Control/ Pengendalian Mutu Total), dll. Seperti halnya pada sistem-sistem diatas, TQM menyediakan kerangka-kerangka kerja untuk menerapkan produktivitas yang lebih berkualitas dan inovatif secara efektif yang dapat meningkatkan profitabilitas dan daya saing organisasi .

II. Definisi Teknik Pengendali Mutu
Pengendalian adalah suatu proses pendelegasian tanggung jawab dan wewenang untuk suatu aktivitas manajemen,dalam menopang usaha-usaha atau sarana dalam rangka menjamin hasil-hasil yang memuaskan. Pengertian kualitas juga banyak diberikan oleh orang yang ahli dalam bidang manajemen mutu terpadu, diantaranya :

Menurut Philip B. Crosby (1979)
Kualitas adalah comformance to requirement, yaitu sesuai denganyang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabilasesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitasmeliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Crosby terkenaldengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan, yang menentangtingkat kualitas yang dapat diterima secara statistik (acceptable qualitylevel). Crosby mengemukakan 14 langkah untuk perbaikan kualitas (Crosby‟s Fourteen Steps to Quality Improvement), yaitu :

·         Komitmen manajemen
·         Membentuk tim kualitas antardepartemen
·         Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalahpotensial.
·         Biaya evaluasi kualitas.
·         Meningkatkan kesadaran akan kualitas
·                  Melakukan tindakan koreksi
·         Mengadakan program zero defect
·         Pelatihan bagi supervise
·         Mengadakan zero defect day
·         Menyusun sasaran atau tujuan
·                  Kesalahan menyebabkan adanya perubahan
·                  Mengakui/menerima para karyawan yang berpatisipasi
·         Membentuk dewan kualitas
·         Mengulangi setiap tahap tersebut untuk menjelaskan bahwa perbaikan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir

Menurut Deming (1982)
Kualitas merupakan kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkankonsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan.

Menurut A. V. Feigenbaum (1983)
Kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan berdasarkanpengalaman aktual terhadap suatu produk atau jasa, yang diukur berdasarkanpersyaratan dari pelanggan tersebut, baik dinyatakan atau tidak dinyatakan,disadari atau tidak disadari, dimana kualitas tersebut telah menjadi sasaranyang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan.

Menurut Scherkenbach (1991)
Kualitas ditentukan oleh pelanggan, dimana pelanggan menginginkanproduk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatutingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.

Menurut Elliot (1993)
Kualitas merupakan sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dantergantung pada waktu dan tempat, dikatakan sesuai dengan tujuan.

Juran (1998 p. 372) mendefinisikan konsep Total Quality Management (TQM) sebagai serangkaian proses manajemen dan sistem yang menciptakan pelanggan senang melalui pemberdayaan karyawan, sehingga menyebabkan pendapatan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah. Ross dan Perry (1999 p.1) menjelaskan TQM sebagai integrasi semua fungsi dan proses dalam sebuah organisasi untuk mencapai perbaikan terus-menerus kualitas barang dan jasa. Tujuannya adalah "kepuasan pelanggan". Zairi (1994) mendefinisikan TQM sebagai gabungan dari seluruh teknik, prinsip-prinsip manajemen, teknologi dan metodologi yang disatukan untuk kepentingan konsumen akhir. Menurut Dean dan Bowen (1994), TQM adalah filosofi atau pendekatan manajemen yang dapat ditandai dengan prinsip-prinsip, praktek dan teknik. Tiga prinsip adalah: fokus pelanggan; perbaikan terus-menerus; dan kerja sama tim.

III. Metode Statistical Control
Untuk menganalisis dan memperbaiki proses, kita tentunya harus memahami dan juga mengerti bagaimana kinerja proses tersebut. Dalam dunia pengendalian kualitas (quality control)  terdapat suatu  metode statistik untuk membantu kita dalam melihat apakah suatu proses di bawah kendali, atau sebaliknya. Metode tersebut adalahstatistical process control (SPC), dan menjadi bagian dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools) yang harus dikuasai oleh para anggota gugus kendali kualitas (quality control circle).
Statistical Process Control (SPC)
SPC dicetuskan pertama kali oleh Walter Andrew Shewhart ketika bekerja diBell Telephone Laboratories, Inc. (divisi R&D untuk perusahaan AT&T dan  Western Electric) pada tahun 1920-an. Dalam dokumen sejarah Western Electric diceritakan pada tahun 1918, tahun di mana Shewhart bergabung di Departemen  Inspection Engineering, Western Electric di Hawthorne,  manajamen kualitas industri masih terbatas pada kegiatan inspeksi produk jadi dan memperbaiki/membuang barang-barang cacat. Semuanya berubah pada bulan Mei 1924, atasan Shewhart, George Edwards, menceritakan:
“Dr. Shewhart telah menyiapkan sebuah  memo kecil yang panjangnya hanya sekitar satu halaman. Sepertiga halaman berisi sebuah skema sederhana yang sekarang dikenal sebagai peta kendali. Dalam skema tersebut, dan teks singkat yang mendahului dan mengikutinya, tercantum semua prinsip-prinsip  dan pertimbangan-pertimbangan penting tentang apa yang kita kenal sekarang sebagai prosespengendalian kualitas. ”  (Porticus, n.d., Western Electric and the Quality Movement section, para.  3).
Pada tahun yang sama, Shewhart menciptakan peta kendali statistik pertama untuk proses manufaktur melalui prosedur-prosedur sampling statistik. Kemudian Shewhart mempublikasikan penemuannya dalam buku Economic Control of Quality of Manufactured Product pada tahun 1931.
ASQ (American Society for Quality) mencatat peningkatan penggunaan peta kendali mulai terjadi selama Perang Dunia II di Amerika Serikat untuk menjamin kualitas amunisi dan produk strategis penting lainnya. Penggunaan SPC agak berkurang setelah perang, namun menjadi booming sampai sekarang setelah revolusi perbaikan kualitas di Jepang pada tahun 1970-an, tahun di mana orang-orang Jepang menyambut baik masukan dari W. Edwards Deming yang salah satunya adalah penggunaan SPC.
SPC menentukan apakah suatu proses stabil dari waktu ke waktu, atau sebaliknya bahwa proses terganggu karena telah dipengaruhi oleh special cause. Peta kendali statistik (control chart) yang sering juga disebut Shewhart chart atau process-behaviour chart  digunakan untuk memberikan definisi operasional suatu special cause tersebut.
Dalam suatu proses/sistem umumnya terdapat interaksi variabel-variabel sistem, misal manusia dan mesin, interaksi ini sering memunculkan penyimpangan berupa hasil-hasil yang sifatnya uncontrollable atau diluar kendali. Shewhart melihat penyimpangan tersebut disebabkan oleh dua faktor:
1.   Common cause of variation, variasi yang terjadi karena sistem itu sendiri, dan
2.   Special cause of variation, variasi yang terjadi karena faktor dari luar sistem.
Aturan dasar SPC adalah common cause tidak perlu diidentifikasi dan special cause perlu diidentifikasi dan dihilangkan. Namun bukan berarti common cause diabaikan, sebaliknya menjadi fokus improvement proses untuk jangka panjang.
Secara umum, peta kendali dalam SPC selalu terdiri dari tiga garis horisontal, yaitu:
1. Garis pusat (center line), garis yang menunjukkan nilai tengah (mean) atau nilai rata-rata dari
karakteristik kualitas yang di-plot pada peta kendali SPC.
2.  Upper control limit (UCL), garis di atas garis pusat yang menunjukkan batas kendali atas.
3.  Lower control limit (LCL), garis di bawah garis pusat yang menunjukkan batas kendali bawah.
Garis-garis tersebut ditentukan dari data historis. Shewhart menggunakan kurva distribusi normal (distribusi Gauss) dengan μ sebagai garis pusat yang menunjukkan  nilai rata-rata sebaran karakteristik proses, dan yang dirubah menjadi UCL dan LCL sebagai landasannya.
Teknik-teknik SPC kemudian berkembang seiring inisiatif perbaikan kualitas seperti Six Sigma di perusahaan-perusahaan Amerika. Selanjutnya, kita akan melihat secara teknis tentang bagaimana kita dapat menggunakan berbagai teknik peta kendali dan kapan teknik itu harus digunakan. 
      Data Variabel
Data variabel bersifat kontinyu (continuous distribution). Data ini diukur dalam satuan-satuan kuantitatif, sebagai contoh:
•     cycle time yang dibutuhkan untuk melakukan satu proses,
•     diameter poros,
•     tinggi badan 100 orang operator, dan lain-lain.
Sifat continuous distribution  pada data variabel menggambarkan data berbentuk selang bilangan yang bisa terjadi dalam digit dibelakang koma hinggan  digit, tidak dapat dihitung, dan tidak terhingga. Bentuk distribusi yang rapat seperti ini lebih sensitif terhadap perubahan, namun akan lebih sulit baik dalam mengidentifikasi apa yang harus diukur dan juga dalam  pengukuran aktual.
Ketika kita mempunyai data variabel, ada tiga jenis peta kendali yang dapat kita gunakan, yaitu:
1.   Individuals & moving range control chart (I-MR).
2.   Average & range control chart (Xbar & R-chart).
3.   Average & standard deviation control chart (Xbar & S-chart).
Pengambilan keputusan untuk memilih ketiga peta kendali di atas adalah berdasarkan jumlah pengukuran yang kita buat dan berapa banyak pengukuran tersebut digabungkan ke dalam satu subgrup.
Data Atribut
Data atribut bersifat diskrit (discrete distribution). Data ini umumnya diukur dengan cara dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis, sebagai contoh:
•     jumlah cacat dalam satu batch produk,
•     jenis kelamin (laki-laki/perempuan),
•     jenis warna cat (merah, gold, silver, hitam), dan lain-lain
Sifat discrete distribution memberi gambaran data atribut berbentuk bilangan cacah yang nilai data harus integer atau tidak pecahan, dapat dihitung, dan terhingga. Pengukuran data atribut akan jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pengukuran data variabel karena data diklasifikasikan sebagai cacat atau tidak cacat berdasarkan perbandingan dengan standar yang telah ditetapkan. Pengklasifikasian ini tentunya menjadikan kegiatan inspeksi lebih ekonomis dan sederhana. Sebagai contoh diameter poros dapat diperiksa dengan menentukan apakah akan bisa melewati alat pengukur berupa jig atautemplate berlubang. Pengukuran ini tentunya lebih cepat dan sederhana ketimbang mengukur diameter langsung dengan vernier caliper atau mikrometer.
Ketika jenis data yang diukur adalah data atribut, terdapat empat jenis peta kendali yang dapat kita gunakan, yaitu:
1.   Proportion defective control chart (P-chart).
2.   Number defective control chart (NP-chart).
3.   Defects per count/subgroup control chart (C-chart).
4.   Defects per unit control chart (U-chart).
Pemilihan peta kendali ini tergantung apakah kita mau menghitung jumlah cacat per item atau hanya menghitung cacat total. Jika kita hanya akan membedakan antara cacat atau tidak cacat, maka kita menggunakan P-chart atau NP-chart. Namun jika kita menghendaki analisis yang lebih mendalam, misal berapa banyak cacat pada semua item, maka kita menggunakan C-chart atau U-chart. Pemilihan peta kendali yang tepat juga dipilih berdasarkan pada apakah ada jumlah konstan di setiap subgrup peta kendali. Peta kendali atribut umumnya membutuhkan ukuran sampel yang jauh lebih besar daripada peta kendali variabel (Montgomery & Runger, 2003, p. 625).
Rational Subgroup
Mengapa peta kendali menggunakan sampel subgrup? Pertanyaan ini pernah menjadi bahan diskusi saya dan dengan seorang teman ketika kita mempelajari uji keseragaman data yang menggunakan metode peta kendali. Prinsip dasar SPC adalah bahwa subgrup harus rasional sehingga dikenal istilah rational subgroup. Rational subgroup merupakan titik gabungan beberapa pengukuran atau data, yang mana menurut Nelson (1988):
all of the items (di dalam subgrup – penulis) are produced under conditions in which only random effects are responsible for the observed variation.
Ini merupakan suatu trik agar peta kendali lebih sensitif terhadap variasi. Oleh karena itu, data-data dalam sebuah subgrup harus dikumpulkan saling berkaitan, dan bahkan saling berurutan mengikuti kemunculan data di lapangan. Kemudian seluruh subgrup harus dikumpulkan dengan cara meminimalkan peluang terjadinya special cause di antara subgrup.
Suatu peta kendali setidaknya harus memiliki 25 titik/subgrup, yang berarti memerlukan beberapa ratus pengukuran. Jumlah subgrup sebesar ini sudah  cukup untuk mengukur kestabilan proses dan memunculkan special cause dalam sistem. Sementara besarnya subgrup harus memperhatikan faktor biaya, tingkat produksi, siklus produksi, dan  sensitifitas pendeteksian. Misal dalam kasus di  mana siklus produksi sangat lama, tentu akan menyulitkan jika kita mengambil besar subgrup sebanyak n > 1. Jika kasusnya seperti ini sangat disarankan untuk mempertimbangkan penggunaan I-MR control chart, yang mana besar subgrup sama dengan 1 (individual sample).
Tehnik yang di operasionalkan di dalam industri pangan untuk memproduksi produk pangan yang memenuhi persyaratan mutu yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah atau swasta.
Definisi pengawasan mutu pangan
Fungsi manajemen perusahaan pangan untuk memastikan agar fungsi pelaksanaan sejalan dengan fungsi organisasi dan perencanaan. Sehingga mencegah diproduksinya produk pangan yang tidak memenuhi standar mutu yang ada,Konsep pengendalian sebaiknya di aplikasikan bersama dengan konsep pengawasan karena pengendalian yang dioperasionalkan sebaiknya di awasi oleh supervisor.
Dalam pengendalian mutu pangan terdapat empat langkah pengendalian mutu yaitu :
1.    Penetapan standar mutu peoduk.
2.    Penggunaan “acceptance sampling” dan “ control chart”.
3.    Melakukan pengawasan agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang berlaku.
4.    Menetapkan prosedur perbaikan proses.
Manfaat dalam pengendalian mutu pangan adalah sebagai berikut :
1.    Mutu produk yang dibuat dapat diprediksi (baik atau tidak)
2.    Mutu produk dipertahankan secara basic
3.    Biaya inspeksi rendah.
Keuntungan penerapan pengendalian mutu yaitu :
1.    Biaya pengawasan/inspeksi dapat di kurangi.
2.    Produk yang dijual adalah produk yang memenuhi standar mutu/reliabilitas tinggi.
3.    Pada proses produksi yang bersifat kontinu dapat segera dilakukan perbaikan kondisi proses yang menyebabkan diproduksinya produk yang tidak memenuhi standar.
Kelemahan dalam pengendalian mutu yaitu:
1.    Sedikit sekali upaya mencegah diproduksinya produk non baku.
2.    Masih terdapat produk non mutu karena pengujian hanya dilakukan terhadap sampel yang diambil dari satu lot produk.
3.    Produk non mutu adalah produk akhir yang telah menyerap nilai tambah selama proses produksi.

IV. Metode Control Chart
Peta kendali atau control chat merupakan suatu teknik yang dikenal sebagai metode grafik yang digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistik atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Metode ini dapat membantu perusahaan dalam mengontrol proses produksinya dengan memberikan informasi dalam bentuk grafik. Tujuan dari perancangan program aplikasi Control Chart ini adalah untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan suatu proses produksi sehingga bisa dijadikan pedoman dalam mengarahkan perusahaan kearah pemenuhan spesifikasi konsumen.
Peta kendali (Control Chart) merupakan alat SPC yang paling penting yang digunakan untuk mendeteksi ketika proses dalam keadaan tidak terkendali (out of control). Peta kendali pertama kali diperkenalkan oleh DR. Walter Andrew Shewart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh sebab umum (common-causes variation). Pada dasarnya, semua proses menampilkan variasi, namun proses produksi harus dikendalikan dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses tersebut, sehingga variasi yang ada pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta kendali adalah gambar sederhana dengan tiga garis tengah (center line), garis batas atas UCL (Upper Control Limit) dan garis batas bawah/LCL (Lower Control Limit). Peta kendali merupakan sutu alat dalam mengendalikan proses, yang bertujuan untuk menentukan suatu proses berada dalam pengendalian statistik, memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistik dan hanya mengandung variasi penyebab umum, serta menentukan kemampuan proses (proses capability). Berikut ini adalah contoh gambaran peta kendali yang digunakan dalam pengendalian kualitas.
Pengertian Control Chart (Peta Kendali) dan Cara Membuatnya
 Control chart atau Peta Kendali merupakan salah satu dari alat QC 7 tools (7 alat pengendalian Kualitas) yang berbentuk grafik dan dipergunakan untuk memonitor atau memantau stabilitas dari suatu proses serta mempelajari perubahan proses dari waktu ke waktu.
Control Chart memiliki Upper Line (garis atas) untuk Upper Control Limit (Batas Kontrol tertinggi), Lower Line (garis bawah) untuk Lower control limit (Batas control terendah)  dan Central Line (garis tengah) untuk Rata-rata (Average).
Data yang dimasukkan berupa titik-titik yang kemudian digambarkan garis untuk memperlihatkan grafiknya.
Kapan kita akan gunakan Control Chart?
  • Saat kita ingin mengontrol proses yang sedang berlangsung dengan menemukan dan memperbaiki masalah yang terjadi
  • Saat kita ingin memprediksi atau mendapatkan kisaran (range)  dari hasil suatu proses
  • Saat kita ingin mengetahui apakah proses yang kita pelajari tersebut stabil (dalam Statistik control atau Kendali Statistik)
  • Saat kita ingin menganalisis pola variasi proses apakah dari penyebab khusus (penyebab yang tidak sering terjadi atau tidak rutin terjadi) atau penyebab umum yang sering terjadi diproses.
  • Saat kita ingin menentukan apakah proyek peningkatan kualitas harus membidik kepada pencegahan pada masalah tertentu atau harus melakukan perubahan yang mendasar pada proses.
Tujuan utama dari penggunaan Control Chart adalah untuk mengendalikan proses produksi sehingga dapat menghasilkan kualitas yang unggul dengan cara mendeteksi penyebab variasi yang tidak alami (Penyebab Spesial, Penyebab yang tidak Natural) atau disebut dengan process shift (terjadinya penggeseran proses) serta untuk mengurangi variasi yang terdapat dalam proses sehingga menghasilkan proses yang stabil. Yang dimaksud dengan Proses Stabil adalah Proses yang memiliki Distribusi Normal yang sama pada setiap saatnya. Perlu diketahui, bahwa proses stabil yang dimaksud disini tetap memiliki variasi, tetapi variasinya sangat kecil dan dapat dikendalikan.

Prosedur Pembuatan Control Chart (Peta Kendali)

Prosedur Control Chart (Peta Kendali) yang belum diketahui  :
  • Pilih jenis control chart yang sesuai untuk data yang kita ambil.
  • Tentukan waktu atau periode pengambilan data, sampling plan dan jumlah data yang diinginkan.
  • Pengumpulan data dan rekam (record) data tersebut, setidaknya 20 sampai 25 subgroup.
  • Hitunglah masing-masing data statistik subgroup, buatkan tabel tabulasi untuk mempermudah perhitungan Rata-rata (X), Rata-rata X (X-bar), Range (R) dan rata-rata Range (R-bar).
  • Identifikasikan skala yang tepat dan cocok kemudian masukkan kedalam data statistik.
  • Hitunglah garis tengah dan batas control (control limit) untuk UCL dan LCL sesuai dengan rumus masing-masing control chart.
  • Ujilah Chart yang telah dimasukkan data tersebut.
  • Lakukanlah investigasi dan tindakan perbaikan jika diperlukan.

Contoh Xbar Chart


Jenis-jenis Control Chart (Peta Kendali)
Terdapat beberapa macam atau tipe Control Chart tergantung pada jenis Data yang kita kumpulkan untuk proses yang akan kita kendalikan:
  1. np Chart
  2. p Chart
  3. c Chart
  4. u Chart
Control Chart Data Variabel
  1. I – MR Chart
  2. Xbar – R Chart
  3. Xbar – S  Chart

V. Just In Time

Just In Time (JIT) adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu.[1][2] Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan memproduksi hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan/diminta konsumen dan pada saat dibutuhkan sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang.
Sistem ini dirintis oleh Toyota Motor Corporation dan dikenal juga dengan Sistem Produksi Toyota, yang kemudian dikenal juga dengan istilah Sistem Produksi Ramping (Lean Production System) dan sistem kanban.
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.
Konsep just in time adalah suatu konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan komponen-komponen lainnya
Jus In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk menghilangkan pemborosan waktu  Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian diperoleh rumusan yang lebih sederhana pengertian pemborosan: Kalau sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan
7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena :
·         Over produksi
·         Waktu menunggu
·         Transportasi
·         Pemrosesan
·         Tingkat persediaan barang
·         Gerak
·         Cacat produksi
A.    Konsep Dasar Just In Time
Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya
Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just In Time (JIT):
·         Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
·         Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
·         Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan.
·         Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan
Guna mencapai empat konsep ini maka diterapkan sistem dan metode sebagai berikut :
·         Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time (JIT).
·         Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan permintaan.
·         Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan produksi.
·         Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja yang fleksibel.
·         Aktifitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk meningkatkan moril tenaga kerja.
·         Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu ke seluruh bagian perusahaan
B. Elemen-elemen Just In Time
·         Pengurangan waktu set up
·         Aliran produksi lancar (layout)
·         Produksi tanpa kerusakan mesin
·         Produksi tanpa cacat
·         Peranan operator
·         Hubungan yang harmonis dengan pemasok
·         Penjadwalan produksi stabil dan terkendali

Sistem Kanban
Pengurangan Waktu set up dan ukuran lot
a. Pemilahan kegiatan set up
Kegiatan set up bisa dipilah menjadi:
1) Kegiatan eksternal set up: persiapan cetakan & alat bantu, pemindahan cetakan, dan lain-lain.
2) Kegiatan internal set up: bongkar pasang pada mesin, penyetelan mesin, dan lain-lain.
b. Langkah mengurangi waktu set up:
·         Memisahkan pekerjaan set up yang harus diselesaikan selagi mesin berhenti (internal set up) terhadap pekerjaan yang dapat dikerjakan selagi mesin beroperasi (eksternal set up).

·         Mengurangi internal set up dengan mengerjakan lebih banyak eksternal set up, contohnya: persiapan cetakan, pemindahan cetakan, peralatan, dan lain-lain.

·         Mengurangi internal set up dengan mengurangi kegiatan penyesuaian (adjustment), menyederhanakan alat bantu dan kegiatan bongkar pasang, menambah personil pembantu, dan lain-lain.

·         Mengurangi total waktu untuk seluruh pekerjaan set up, baik internal maupun eksternal.
Contoh:
Jika set up mesin lamanya 1 jam (60 menit), bisa disingkat menjadi 6 menit. Andaikata lot yang harus dibuat banyaknya 3000 buah yang setiap unitnya memakan waktu 1 menit, maka waktu produksinya = 1 jam + (3000 x 1 menit) = 3060 menit = 51 jam.
Setelah waktu set up dikurangi menjadi 6 menit, maka waktu produksinya menjadi = 6 menit + (3000 x 1 menit) = 3006 menit.
Namun, dengan waktu yang sama (3060 menit) dapat dibuat lot sebanyak 300 buah dari berbagai jenis, yang diulang sebanyak 10 kali, yaitu: {6 menit + (300 x 1 menit)} x 10 = 3060 menit = 51 jam.
Hal ini berarti sistem produksi lebih tanggap terhadap perubahan.
Aliran produksi lancar (layout)
a.       Pemborosan yang berkaitan dengan process Layout
b.      Pada layout proses ditemukan berbagai pemborosan, yaitu:
·         Kesulitan koordinasi dan jadwal produksi
·         Pemborosan transportasi dan material handling
·         Akumulasi persediaan dalam proses
·         Penanganan material berganda bahkan beberapa kali
·         Lead time produksi yang sangat panjang
·         Kesulitan mengenali penyebab cacat produksi
·         Arus material dan prosedur kerja sulit dibakukan
·         Sulitnya perbaikan kerja karena tidak ada standardisasi
c. Aliran Produksi
·         Proses layout. Waktu simpan komponen lama, tingkat persediaan tinggi, dan prioritas kerja sulit ditentukan.
·         Ketidakseimbangan jalur. Jika proses tidak terkoordinir maka komponen akan terakumulasi sebagai persediaan, dan pengaturan kerja akan sulit dilakukan.
·         Set up atau penggantian alat yang makan waktu. Persediaan komponen akan menumpuk, sementara proses berikutnya akan tertunda.
·         Kerusakan dan gangguan mesin. Jalur akan berhenti dan akan terjadi penumpukan barang dalam proses.
·         Masalah kualitas. Kalau cacat produksi ditemukan, maka proses selanjutnya akan berhenti dan persediaan akan menumpuk.
·         Absensi. Jika seorang operator ada yang berhalangan kerja dan penggantinya sulit ditemukan, maka jalur produksi akan terhenti.
3. Produksi tanpa kerusakan mesin
a. Preventive Maintenance
·         Pendekatan untuk mencegah kerusakan dan gangguan mesin dapat dilihat pada gambar 3.
·         Faktor penyebab gangguan mesin dapat dilihat pada gambar 4.
·         Gangguan mesin dan penanggulangannya dapat dilihat pada gambar 5.

b. Total Productive Maintenance
Belajar bagaimana melakukan pemeliharaan rutin mesin, misalnya: pelumasan, pengencangan baut, dan sebagainya. Guna mencegah penurunan daya kerja mesin.
Melaksanakan petunjuk penggunaan mesin secara wajar.
Mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tanda-tanda awal penurunan kemampuan mesin, dengan melakukan perawatan yang mudah, pembersihan, penyetelan, dan lain-lain.
Sementara karyawan bagian pemeliharaan, bisa melakukan antara lain
·         Membantu operator produksi mempelajari kegiatan perawatan yang dapat dilakukan sendiri.
·         Memperbaiki penurunan kemampuan peralatan melalui inspeksi berkala, bongkar pasang, dan penyesuaian atau penyetelan kembali.
·         Menentukan kelemahan dalam rancang bangun mesin, merencanakan dan melakukan tindakan perbaikan, menentukan kondisi wajar operasi mesin.
·         Membantu operator menaikan kemampuan perawatan, dan lain-lain.

VI. Manfaat

Untuk mengetahui mutu barang, jasa maupun pelayanan yang dihasilkan, agar dapat meningkatkan mutu barang, jasa maupun pelayanan yang dihasilkan.
Pengendalian mutu dilakukan karena dapat meningkatkan indeks kepuasan mutu (quality satisfaction index), produkstivitas dan efisiensi, laba/keuntungan, pangsa pasae, moral dan semnagat karyawan, serta kepuasan pelanggan. Salah satu manfaat audit yang paling sentral adalah sebagai dasar untuk mengambil keputusan, melakukan perbaikan, meningkatkan eisiensi dan efektivitas fungsi organisasi.

Manfaat dalam pengendalian mutu adalah sebagai berikut :

1.                  Mutu produk yang dibuat dapat diprediksi (baik atau tidak)
2.                  Mutu produk dipertahankan secara basic
3.                  Biaya inspeksi rendah.
4.                  Menilai ketaatan terhadap prosedur pengendalian mutu dan standar program mutu.
5.                  Menilai proses pengembalian keputusan untuk keabsahan.
6.     Menilai karakteristik mutu suatu produk serta proses yang berkaitan dengan spesifikasi dari pelanggan atau pendesainmelalui pengendalian dari inspkesi regular.
7.                  Memperbaiki efektivitas dari program manajemen mutu.
8.                  Mengeksplorasi penyebab kerusakan, keluhan pelanggan dan masalah lain.
9.                  Memperoleh sertifikasi normal dari program manajemen mutu.
10.            Mengarahkan dan memotivasi staff dan manajemen untuk menciptakan kesadaran mutu.
11.      Menunjukkan perhatian manajemen mutu terhadap pemasok untuk memperoleh perlindungan atas tuntutan liabilitas produk.
12.              Memperkenalkan formalitas dan konsistensi dalam program mutu.
13.              Melakukan pelatihan dan memberikan pengetahun teknis.



Referensi :
http://yhudaya.blogspot.co.id/2015/06/teknik-dan-alat-pengendalian-mutu.html

http://tiyumimenyapa.blogspot.co.id/2013/11/makalah-manajemen-pengendalian-mutu.html