Teknik Pengendali Mutu
Dalam rekayasa dan manufaktur, pengendalian
mutu atau pengendalian
kualitas melibatkan pengembangan sistem untuk
memastikan bahwa produk dan jasa dirancang dan diproduksi untuk memenuhi atau melampaui
persyaratan dari pelanggan maupun
produsen sendiri. Sistem-sistem ini sering dikembangkan bersama dengan disiplin
bisnis atau rekayasa lainnya dengan menggunakan pendekatan lintas fungsional.ISO 9001:2008
dan TQM (Total Quality Management) adalah contoh standar dan pendekatan yang digunakan untuk pengendalian mutu.
Sebuah filosofi TQM adalah industri atau usaha yang berdaya
saing sehingga perusahaan dapat bertahan dan berkembang. Setidaknya ada 3
(tiga) alasan mengapa harus memproduksi produk bermutu: (1) konsumen yang
memiliki loyalitas tinggi adalah konsumen yang berorientasi pada mutu bukan
konsumen yang berorientasi harga, (2) memproduksi barang bermutu akan
meningkatkan produktivitas antara lain mengurangi penggunaan bahan berlebih dan
mengurangi biaya sehingga harga jual bisa lebih murah, (3) menjual barang tidak
bermutu akan menerima banyak keluhan dan pengembalian barang dari konsumen.
Sejak awal 1970-an faktor dinamis telah mengubah pasar yang
kompetitif. Lebih dari sebelumnya, perusahaan harus bersaing secara global dan
memenuhi standar kelas dunia untuk kualitas dan kinerja. Kompetisi kelas dunia
membutuhkan perbaikan terus-menerus (kaizen:Jepang). Upaya perbaikan terus-menerus
fokus pada peningkatan kualitas, mengurangi waktu siklus, dan memberikan
peningkatan kepuasan pelanggan sebagai sarana untuk mencapai biaya terendah
bisnis secara keseluruhan.
Terlepas dari kenyataan bahwa sistem manajemen mutu telah
dikembangkan selama abad ini, masih ada beberapa aspek yang berbeda untuk
manajemen mutu. Jika kita ingin mendapatkan konteks yang jelas dari manajemen
mutu, maka perlu untuk meninjau perkembangan TQM. Dale (2003) telah membagi
evolusi manajemen mutu menjadi empat tahap. Referensi Gambar 1, empat tahap
antara lain inspeksi, kontrol kualitas (QC), dan jaminan kualitas (QA) dan
manajemen kualitas total (TQM). Pada tahap yang berbeda, ada beberapa guru
manajemen mutu yang berkontribusi untuk ilmu manajemen mutu. Beberapa guru yang
paling penting yang mengikuti evolusi dari TQM adalah Amerika: Deming, Juran, Feigenbaum, Peters,
Crosby. Jepang: Ishikawa,
Taguchi, Shingo.
I.
Pengertian
Teknik Pengendali Mutu
Dalam rekayasa dan manufaktur, pengendalian mutu atau pengendalian kualitas melibatkan pengembangan sistem untuk
memastikan bahwa produk dan jasa dirancang dan diproduksi untuk
memenuhi atau melampaui persyaratan dari pelanggan maupun
produsen sendiri. Sistem-sistem ini sering dikembangkan bersama dengan disiplin
bisnis atau rekayasa lainnya dengan menggunakan pendekatan lintas fungsional.ISO 9001:2008 dan TQM (Total Quality Management)
adalah contoh standar dan pendekatan yang digunakan untuk pengendalian
mutu.
Pengendalian
mutu (Quality Control), atau QC untuk akronimnya, adalah suatu proses
yang pada intinya adalah menjadikan entitas sebagai peninjau kualitas dari
semua faktor yang terlibat dalam kegiatan produksi. Terdapat tiga aspek yang
ditekankan pada pendekatan ini, yaitu:
1.
Unsur-unsur seperti kontrol, manajemen pekerjaan, proses-proses yang
terdefinisi dan telah terkelola dengan baik, kriteria integritas dan kinerja,
dan identifikasi catatan.
2.
Kompetensi, seperti pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kualifikasi.
3.
Elemen lunak, seperti kepegawaian, integritas, kepercayaan, budaya organisasi,
motivasi, semangat tim, dan hubungan yang berkualitas.
Lingkup
kontrol termasuk pada inspeksi produk, di mana setiap produk diperiksa secara
visual, dan biasanya pemeriksaan tersebut menggunakan mikroskop stereo untuk
mendapatkan detail halus sebelum produk tersebut dijual ke pasar eksternal.
Seseorang yang bertugas untuk mengawasi (inspektur) akan diberikan daftar dan
deskripsi kecacatan-kecacatan dari produk cacat yang tidak dapat diterima (tidak
dapat dirilis), contohnya seperti keretak atau kecacatan permukaan. Kualitas
dari output akan beresiko mengalami kecacatan jika salah satu dari tiga aspek
tersebut tidak tercukupi.
Penekanan
QC terletak pada pengujian produk untuk mendapatkan produk yang cacat. Dalam
pemilihan produk yang akan diuji, biasanya dilakukan pemilihan produk secara
acak (menggunakan teknik sampling). Setelah menguji produk yang cacat, hal
tersebut akan dilaporkan kepada manajemen pembuat keputusan apakah produk dapat
dirilis atau ditolak. Hal ini dilakukan guna menjamin kualitas dan merupakan
upaya untuk meningkatkan dan menstabilkan proses produksi (dan proses-proses
lainnya yang terkait) untuk menghindari, atau setidaknya meminimalkan, isu-isu
yang mengarah kepada kecacatan-kecacatan di tempat pertama, yaitu pabrik. Untuk
pekerjaan borongan, terutama pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh instansi
pemerintah, isu-isu pengendalian mutu adalah salah satu alasan utama yang
menyebabkan tidak diperbaharuinya kontrak kerja.
Pengendalian Mutu Total (Total Quality
Control)
"Pengendalian
mutu total", disebut juga sebagai manajemen mutu total, merupakan suatu
pendekatan yang melampaui teknik-teknik pengendalian mutu statistik biasa dan
metode-metode peningkatan mutu. Pendekatan ini menyiratkan gambaran secara
lengkap dan evaluasi ulang dari spesifikasi-spesifikasi dari produk, tidak
hanya mempertimbangkan fitur-fitur terbatas yang dapat diubah-ubah dalam produk
sebelumnya. Jika spesifikasi asli tidak mencerminkan persyaratan mutu yang benar,
maka kualitas dari spesifikasi tersebut tidak dapat diinspeksi atau (bahkan)
diproduksi menjadi produk. Misalnya, desain dari sebuah bejana tekan harus
mencakup tidak hanya material dan dimensi, tetapi juga bagaimana tentang
pengoperasiannya, dampak penggunaannya terhadap lingkungan , faktor-faktor
keamanan, keandalan dan persyaratan-persyaratan kemampu-rawatan, dan
dokumentasi dari temuan-temuan tentang persyaratan-persyaratan tersebut.
Manajemen Mutu Total/ Total Quality Management (TQM) mengacu pada metode
manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas dalam
organisasi bisnis. TQM adalah pendekatan manajemen yang komprehensif yang
bekerja horizontal di seluruh organisasi, yang melibatkan semua departemen dan
karyawan, dan memperluas baik ke "belakang" maupun ke
"depan", termasuk bagi para pemasok dan klien. TQM hanya salah satu
dari banyak akronim yang digunakan untuk menamai sebuah sistem manajemen yang
berfokus pada mutu. Akronim lainnya termasuk CQI (Continuous Quality Improvement/
Peningkatan Putu Berkelanjutan), SQC (Statistical Quality Control/ Pengendalian
Kualitas Statistik), QFD (Quality Function Deployment), QIDW (Quality in Daily
Work/ Kualitas dalam Pekerjaan Sehari-Hari), TQC (Total Quality Control/
Pengendalian Mutu Total), dll. Seperti halnya pada sistem-sistem diatas, TQM
menyediakan kerangka-kerangka kerja untuk menerapkan produktivitas yang lebih
berkualitas dan inovatif secara efektif yang dapat meningkatkan profitabilitas
dan daya saing organisasi .
II. Definisi Teknik Pengendali Mutu
Pengendalian adalah suatu
proses pendelegasian tanggung jawab dan wewenang untuk suatu
aktivitas manajemen,dalam menopang usaha-usaha atau sarana dalam rangka
menjamin hasil-hasil yang memuaskan. Pengertian kualitas juga banyak diberikan
oleh orang yang ahli dalam bidang manajemen mutu terpadu, diantaranya :
Menurut
Philip B. Crosby (1979)
Kualitas
adalah comformance to requirement, yaitu sesuai denganyang disyaratkan atau
distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabilasesuai dengan standar
kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitasmeliputi bahan baku, proses
produksi, dan produk jadi. Crosby terkenaldengan anjuran manajemen zero defect
dan pencegahan, yang menentangtingkat kualitas yang dapat diterima secara statistik (acceptable qualitylevel).
Crosby mengemukakan 14 langkah untuk perbaikan kualitas (Crosby‟s Fourteen Steps
to Quality Improvement), yaitu :
·
Komitmen
manajemen
·
Membentuk
tim kualitas antardepartemen
·
Mengidentifikasi
sumber terjadinya masalah saat ini dan masalahpotensial.
·
Biaya evaluasi kualitas.
·
Meningkatkan
kesadaran akan kualitas
·
Melakukan tindakan koreksi
·
Mengadakan
program zero defect
·
Pelatihan
bagi supervise
·
Mengadakan
zero defect day
·
Menyusun
sasaran atau tujuan
·
Kesalahan menyebabkan adanya perubahan
·
Mengakui/menerima para karyawan yang berpatisipasi
·
Membentuk
dewan kualitas
·
Mengulangi
setiap tahap tersebut untuk menjelaskan bahwa perbaikan kualitas adalah proses
yang tidak pernah berakhir
Menurut
Deming (1982)
Kualitas
merupakan kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.Perusahaan harus
benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkankonsumen
atas suatu produk yang akan dihasilkan.
Menurut
A. V. Feigenbaum (1983)
Kualitas
adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan berdasarkanpengalaman aktual
terhadap suatu produk atau jasa, yang diukur berdasarkanpersyaratan dari
pelanggan tersebut, baik dinyatakan atau tidak dinyatakan,disadari atau tidak
disadari, dimana kualitas tersebut telah menjadi sasaranyang bergerak dalam
pasar yang penuh persaingan.
Menurut
Scherkenbach (1991)
Kualitas ditentukan oleh pelanggan, dimana pelanggan menginginkanproduk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada
suatutingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.
Menurut
Elliot (1993)
Kualitas merupakan sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda
dantergantung pada waktu dan tempat, dikatakan sesuai dengan tujuan.
Juran
(1998 p. 372) mendefinisikan konsep Total Quality Management (TQM) sebagai
serangkaian proses manajemen dan sistem yang menciptakan pelanggan senang
melalui pemberdayaan karyawan, sehingga menyebabkan pendapatan yang lebih
tinggi dan biaya yang lebih rendah. Ross dan Perry (1999 p.1) menjelaskan TQM
sebagai integrasi semua fungsi dan proses dalam sebuah organisasi untuk
mencapai perbaikan terus-menerus kualitas barang dan jasa. Tujuannya adalah
"kepuasan pelanggan". Zairi (1994) mendefinisikan TQM sebagai
gabungan dari seluruh teknik, prinsip-prinsip manajemen, teknologi dan
metodologi yang disatukan untuk kepentingan konsumen akhir. Menurut Dean dan
Bowen (1994), TQM adalah filosofi atau pendekatan manajemen yang dapat ditandai
dengan prinsip-prinsip, praktek dan teknik. Tiga prinsip adalah: fokus
pelanggan; perbaikan terus-menerus; dan kerja sama tim.
III. Metode Statistical Control
Untuk
menganalisis dan memperbaiki proses, kita tentunya harus memahami dan juga
mengerti bagaimana kinerja proses tersebut. Dalam dunia pengendalian kualitas (quality
control) terdapat suatu metode statistik untuk membantu kita dalam
melihat apakah suatu proses di bawah kendali, atau sebaliknya. Metode tersebut
adalahstatistical process control (SPC), dan menjadi bagian dari tujuh alat
kualitas dasar (7 basic quality tools) yang harus dikuasai oleh para anggota
gugus kendali kualitas (quality control circle).
Statistical Process Control
(SPC)
SPC
dicetuskan pertama kali oleh Walter Andrew Shewhart ketika bekerja diBell
Telephone Laboratories, Inc. (divisi R&D untuk perusahaan AT&T dan Western Electric) pada tahun 1920-an. Dalam
dokumen sejarah Western Electric diceritakan pada tahun 1918, tahun di mana
Shewhart bergabung di Departemen
Inspection Engineering, Western Electric di Hawthorne, manajamen kualitas industri masih terbatas
pada kegiatan inspeksi produk jadi dan memperbaiki/membuang barang-barang
cacat. Semuanya berubah pada bulan Mei 1924, atasan Shewhart, George Edwards,
menceritakan:
“Dr.
Shewhart telah menyiapkan sebuah memo
kecil yang panjangnya hanya sekitar satu halaman. Sepertiga halaman berisi
sebuah skema sederhana yang sekarang dikenal sebagai peta kendali. Dalam skema
tersebut, dan teks singkat yang mendahului dan mengikutinya, tercantum semua
prinsip-prinsip dan
pertimbangan-pertimbangan penting tentang apa yang kita kenal sekarang sebagai
prosespengendalian kualitas. ”
(Porticus, n.d., Western Electric and the Quality Movement section,
para. 3).
Pada
tahun yang sama, Shewhart menciptakan peta kendali statistik pertama untuk
proses manufaktur melalui prosedur-prosedur sampling statistik. Kemudian
Shewhart mempublikasikan penemuannya dalam buku Economic Control of Quality of
Manufactured Product pada tahun 1931.
ASQ
(American Society for Quality) mencatat peningkatan penggunaan peta kendali
mulai terjadi selama Perang Dunia II di Amerika Serikat untuk menjamin kualitas
amunisi dan produk strategis penting lainnya. Penggunaan SPC agak berkurang
setelah perang, namun menjadi booming sampai sekarang setelah revolusi
perbaikan kualitas di Jepang pada tahun 1970-an, tahun di mana orang-orang
Jepang menyambut baik masukan dari W. Edwards Deming yang salah satunya adalah
penggunaan SPC.
SPC
menentukan apakah suatu proses stabil dari waktu ke waktu, atau sebaliknya
bahwa proses terganggu karena telah dipengaruhi oleh special cause. Peta
kendali statistik (control chart) yang sering juga disebut Shewhart chart atau
process-behaviour chart digunakan untuk
memberikan definisi operasional suatu special cause tersebut.
Dalam
suatu proses/sistem umumnya terdapat interaksi variabel-variabel sistem, misal
manusia dan mesin, interaksi ini sering memunculkan penyimpangan berupa
hasil-hasil yang sifatnya uncontrollable atau diluar kendali. Shewhart melihat
penyimpangan tersebut disebabkan oleh dua faktor:
1. Common cause of variation, variasi yang terjadi karena sistem itu
sendiri, dan
2. Special cause of variation, variasi yang terjadi karena faktor
dari luar sistem.
Aturan
dasar SPC adalah common cause tidak perlu diidentifikasi dan special cause
perlu diidentifikasi dan dihilangkan. Namun bukan berarti common cause
diabaikan, sebaliknya menjadi fokus improvement proses untuk jangka panjang.
Secara umum, peta kendali dalam
SPC selalu terdiri dari tiga garis horisontal, yaitu:
1. Garis pusat (center line), garis yang
menunjukkan nilai tengah (mean) atau nilai rata-rata dari
karakteristik
kualitas yang di-plot pada peta kendali SPC.
2. Upper control limit (UCL), garis di atas
garis pusat yang menunjukkan batas kendali atas.
3. Lower control limit (LCL), garis di
bawah garis pusat yang menunjukkan batas kendali bawah.
Garis-garis
tersebut ditentukan dari data historis. Shewhart menggunakan kurva distribusi
normal (distribusi Gauss) dengan μ sebagai garis pusat yang menunjukkan nilai rata-rata sebaran karakteristik proses,
dan yang dirubah menjadi UCL dan LCL sebagai landasannya.
Teknik-teknik
SPC kemudian berkembang seiring inisiatif perbaikan kualitas seperti Six Sigma
di perusahaan-perusahaan Amerika. Selanjutnya, kita akan melihat secara teknis
tentang bagaimana kita dapat menggunakan berbagai teknik peta kendali dan kapan
teknik itu harus digunakan.
Data Variabel
Data
variabel bersifat kontinyu (continuous distribution). Data ini diukur dalam
satuan-satuan kuantitatif, sebagai contoh:
• cycle
time yang dibutuhkan untuk melakukan satu proses,
• diameter
poros,
• tinggi
badan 100 orang operator, dan lain-lain.
Sifat
continuous distribution pada data
variabel menggambarkan data berbentuk selang bilangan yang bisa terjadi dalam
digit dibelakang koma hinggan digit,
tidak dapat dihitung, dan tidak terhingga. Bentuk distribusi yang rapat seperti
ini lebih sensitif terhadap perubahan, namun akan lebih sulit baik dalam
mengidentifikasi apa yang harus diukur dan juga dalam pengukuran aktual.
Ketika
kita mempunyai data variabel, ada tiga jenis peta kendali yang dapat kita
gunakan, yaitu:
1. Individuals & moving range control chart (I-MR).
2. Average & range control chart (Xbar & R-chart).
3. Average & standard deviation control chart (Xbar &
S-chart).
Pengambilan
keputusan untuk memilih ketiga peta kendali di atas adalah berdasarkan jumlah
pengukuran yang kita buat dan berapa banyak pengukuran tersebut digabungkan ke
dalam satu subgrup.
Data Atribut
Data
atribut bersifat diskrit (discrete distribution). Data ini umumnya diukur
dengan cara dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan
pencatatan dan analisis, sebagai contoh:
• jumlah
cacat dalam satu batch produk,
• jenis
kelamin (laki-laki/perempuan),
• jenis
warna cat (merah, gold, silver, hitam), dan lain-lain
Sifat
discrete distribution memberi gambaran data atribut berbentuk bilangan cacah
yang nilai data harus integer atau tidak pecahan, dapat dihitung, dan terhingga.
Pengukuran data atribut akan jauh lebih sederhana dibandingkan dengan
pengukuran data variabel karena data diklasifikasikan sebagai cacat atau tidak
cacat berdasarkan perbandingan dengan standar yang telah ditetapkan.
Pengklasifikasian ini tentunya menjadikan kegiatan inspeksi lebih ekonomis dan
sederhana. Sebagai contoh diameter poros dapat diperiksa dengan menentukan
apakah akan bisa melewati alat pengukur berupa jig atautemplate berlubang.
Pengukuran ini tentunya lebih cepat dan sederhana ketimbang mengukur diameter
langsung dengan vernier caliper atau mikrometer.
Ketika
jenis data yang diukur adalah data atribut, terdapat empat jenis peta kendali
yang dapat kita gunakan, yaitu:
1. Proportion defective control chart (P-chart).
2. Number defective control chart (NP-chart).
3. Defects per count/subgroup control chart (C-chart).
4. Defects per unit control chart (U-chart).
Pemilihan
peta kendali ini tergantung apakah kita mau menghitung jumlah cacat per item
atau hanya menghitung cacat total. Jika kita hanya akan membedakan antara cacat
atau tidak cacat, maka kita menggunakan P-chart atau NP-chart. Namun jika kita
menghendaki analisis yang lebih mendalam, misal berapa banyak cacat pada semua
item, maka kita menggunakan C-chart atau U-chart. Pemilihan peta kendali yang
tepat juga dipilih berdasarkan pada apakah ada jumlah konstan di setiap subgrup
peta kendali. Peta kendali atribut umumnya membutuhkan ukuran sampel yang jauh
lebih besar daripada peta kendali variabel (Montgomery & Runger, 2003, p.
625).
Rational Subgroup
Mengapa
peta kendali menggunakan sampel subgrup? Pertanyaan ini pernah menjadi bahan
diskusi saya dan dengan seorang teman ketika kita mempelajari uji keseragaman
data yang menggunakan metode peta kendali. Prinsip dasar SPC adalah bahwa subgrup
harus rasional sehingga dikenal istilah rational subgroup. Rational subgroup
merupakan titik gabungan beberapa pengukuran atau data, yang mana menurut
Nelson (1988):
all
of the items (di dalam subgrup – penulis) are produced under conditions in
which only random effects are responsible for the observed variation.
Ini
merupakan suatu trik agar peta kendali lebih sensitif terhadap variasi. Oleh
karena itu, data-data dalam sebuah subgrup harus dikumpulkan saling berkaitan,
dan bahkan saling berurutan mengikuti kemunculan data di lapangan. Kemudian
seluruh subgrup harus dikumpulkan dengan cara meminimalkan peluang terjadinya
special cause di antara subgrup.
Suatu
peta kendali setidaknya harus memiliki 25 titik/subgrup, yang berarti
memerlukan beberapa ratus pengukuran. Jumlah subgrup sebesar ini sudah cukup untuk mengukur kestabilan proses dan
memunculkan special cause dalam sistem. Sementara besarnya subgrup harus
memperhatikan faktor biaya, tingkat produksi, siklus produksi, dan sensitifitas pendeteksian. Misal dalam kasus
di mana siklus produksi sangat lama,
tentu akan menyulitkan jika kita mengambil besar subgrup sebanyak n > 1.
Jika kasusnya seperti ini sangat disarankan untuk mempertimbangkan penggunaan
I-MR control chart, yang mana besar subgrup sama dengan 1 (individual sample).
Tehnik
yang di operasionalkan di dalam industri pangan untuk memproduksi produk pangan
yang memenuhi persyaratan mutu yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah atau
swasta.
Definisi pengawasan mutu pangan
Fungsi
manajemen perusahaan pangan untuk memastikan agar fungsi pelaksanaan sejalan
dengan fungsi organisasi dan perencanaan. Sehingga mencegah diproduksinya
produk pangan yang tidak memenuhi standar mutu yang ada,Konsep
pengendalian sebaiknya di aplikasikan bersama dengan konsep pengawasan karena
pengendalian yang dioperasionalkan sebaiknya di awasi oleh supervisor.
Dalam pengendalian mutu pangan
terdapat empat langkah pengendalian mutu yaitu :
1. Penetapan standar mutu peoduk.
2. Penggunaan “acceptance sampling” dan “
control chart”.
3. Melakukan pengawasan agar produk yang
dihasilkan memenuhi standar yang berlaku.
4. Menetapkan prosedur perbaikan proses.
Manfaat dalam pengendalian mutu
pangan adalah sebagai berikut :
1. Mutu produk yang dibuat dapat diprediksi
(baik atau tidak)
2. Mutu produk dipertahankan secara basic
3. Biaya inspeksi rendah.
Keuntungan penerapan pengendalian
mutu yaitu :
1. Biaya pengawasan/inspeksi dapat di kurangi.
2. Produk yang dijual adalah produk yang
memenuhi standar mutu/reliabilitas tinggi.
3. Pada proses produksi yang bersifat kontinu
dapat segera dilakukan perbaikan kondisi proses yang menyebabkan diproduksinya
produk yang tidak memenuhi standar.
Kelemahan dalam pengendalian mutu
yaitu:
1. Sedikit sekali upaya mencegah diproduksinya
produk non baku.
2. Masih terdapat produk non mutu karena
pengujian hanya dilakukan terhadap sampel yang diambil dari satu lot produk.
3. Produk non mutu adalah produk akhir yang
telah menyerap nilai tambah selama proses produksi.
IV. Metode Control Chart
Peta
kendali atau control chat merupakan suatu teknik yang dikenal sebagai metode
grafik yang digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses berada dalam
pengendalian kualitas secara statistik atau tidak sehingga dapat memecahkan
masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Metode ini dapat membantu
perusahaan dalam mengontrol proses produksinya dengan memberikan informasi
dalam bentuk grafik. Tujuan dari perancangan program aplikasi Control Chart ini
adalah untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan suatu proses produksi
sehingga bisa dijadikan pedoman dalam mengarahkan perusahaan kearah pemenuhan
spesifikasi konsumen.
Peta
kendali (Control Chart) merupakan alat SPC yang paling penting yang digunakan
untuk mendeteksi ketika proses dalam keadaan tidak terkendali (out of control).
Peta kendali pertama kali diperkenalkan oleh DR. Walter Andrew Shewart dari
Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, tahun 1924 dengan maksud untuk
menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan
oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang disebabkan
oleh sebab umum (common-causes variation). Pada dasarnya, semua proses
menampilkan variasi, namun proses produksi harus dikendalikan dengan cara
menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses tersebut, sehingga variasi
yang ada pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta kendali
adalah gambar sederhana dengan tiga garis tengah (center line), garis batas
atas UCL (Upper Control Limit) dan garis batas bawah/LCL (Lower Control Limit).
Peta kendali merupakan sutu alat dalam mengendalikan proses, yang bertujuan
untuk menentukan suatu proses berada dalam pengendalian statistik, memantau
proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistik
dan hanya mengandung variasi penyebab umum, serta menentukan kemampuan proses
(proses capability). Berikut ini adalah contoh gambaran peta kendali yang
digunakan dalam pengendalian kualitas.
Pengertian Control Chart (Peta
Kendali) dan Cara Membuatnya
– Control
chart atau Peta Kendali merupakan salah satu dari alat QC 7
tools (7 alat pengendalian Kualitas) yang berbentuk grafik dan
dipergunakan untuk memonitor atau memantau stabilitas dari suatu proses serta
mempelajari perubahan proses dari waktu ke waktu.
Control Chart memiliki Upper Line
(garis atas) untuk Upper Control Limit (Batas Kontrol tertinggi), Lower Line
(garis bawah) untuk Lower control limit (Batas control terendah) dan
Central Line (garis tengah) untuk Rata-rata (Average).
Data yang dimasukkan berupa
titik-titik yang kemudian digambarkan garis untuk memperlihatkan grafiknya.
Kapan kita akan gunakan Control Chart?
- Saat kita
ingin mengontrol proses yang sedang berlangsung dengan menemukan dan
memperbaiki masalah yang terjadi
- Saat kita
ingin memprediksi atau mendapatkan kisaran (range) dari hasil suatu
proses
- Saat kita
ingin mengetahui apakah proses yang kita pelajari tersebut stabil (dalam
Statistik control atau Kendali Statistik)
- Saat kita
ingin menganalisis pola variasi proses apakah dari penyebab khusus
(penyebab yang tidak sering terjadi atau tidak rutin terjadi) atau
penyebab umum yang sering terjadi diproses.
- Saat kita
ingin menentukan apakah proyek peningkatan kualitas harus membidik kepada
pencegahan pada masalah tertentu atau harus melakukan perubahan yang
mendasar pada proses.
Tujuan utama dari penggunaan Control
Chart adalah untuk mengendalikan proses produksi sehingga dapat menghasilkan
kualitas yang unggul dengan cara mendeteksi penyebab variasi yang tidak alami
(Penyebab Spesial, Penyebab yang tidak Natural) atau disebut dengan process
shift (terjadinya penggeseran proses) serta untuk mengurangi variasi yang
terdapat dalam proses sehingga menghasilkan proses yang stabil. Yang dimaksud
dengan Proses Stabil adalah Proses yang memiliki Distribusi Normal yang sama
pada setiap saatnya. Perlu diketahui, bahwa proses stabil yang dimaksud disini
tetap memiliki variasi, tetapi variasinya sangat kecil dan dapat dikendalikan.
Prosedur
Pembuatan Control Chart (Peta Kendali)
Prosedur Control Chart (Peta Kendali)
yang belum diketahui :
- Pilih jenis
control chart yang sesuai untuk data yang kita ambil.
- Tentukan
waktu atau periode pengambilan data, sampling plan dan jumlah data yang
diinginkan.
- Pengumpulan
data dan rekam (record) data tersebut, setidaknya 20 sampai 25 subgroup.
- Hitunglah
masing-masing data statistik subgroup, buatkan tabel tabulasi untuk
mempermudah perhitungan Rata-rata (X), Rata-rata X (X-bar), Range (R) dan
rata-rata Range (R-bar).
- Identifikasikan
skala yang tepat dan cocok kemudian masukkan kedalam data statistik.
- Hitunglah
garis tengah dan batas control (control limit) untuk UCL dan LCL sesuai
dengan rumus masing-masing control chart.
- Ujilah
Chart yang telah dimasukkan data tersebut.
- Lakukanlah
investigasi dan tindakan perbaikan jika diperlukan.
Contoh
Xbar Chart
Jenis-jenis Control Chart (Peta
Kendali)
Terdapat beberapa macam atau tipe
Control Chart tergantung pada jenis Data yang kita kumpulkan untuk proses yang
akan kita kendalikan:
- np Chart
- p Chart
- c Chart
- u Chart
Control Chart Data Variabel
- I – MR
Chart
- Xbar – R
Chart
- Xbar – S Chart
V. Just In Time
Just In Time (JIT) adalah suatu sistem produksi yang
dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya,
dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis
pemborosan yang terdapat dalam proses produksi
sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa)
sesuai kehendak konsumen tepat
waktu.[1][2] Untuk
mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan memproduksi hanya sebanyak jumlah
yang dibutuhkan/diminta konsumen dan pada saat dibutuhkan sehingga dapat
mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau
kerugian akibat menimbun barang.
Sistem
ini dirintis oleh Toyota Motor
Corporation dan dikenal juga dengan Sistem
Produksi Toyota, yang kemudian dikenal juga dengan istilah Sistem Produksi Ramping (Lean Production System) dan sistem kanban.
Sistem
produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem
manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang
yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah
yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.
Konsep
just in time adalah suatu konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk
aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan
itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan
meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.
Just
In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap
sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas
dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan
mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang
berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama
dengan komponen-komponen lainnya
Jus In
Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk menghilangkan pemborosan
waktu Toyota mendefinisikan pemborosan
(waste) sebagai: Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas
peralatan, bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan
untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian diperoleh rumusan yang lebih
sederhana pengertian pemborosan: Kalau sesuatu tidak memberi nilai tambah
itulah pemborosan
7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena :
·
Over produksi
·
Waktu menunggu
·
Transportasi
·
Pemrosesan
·
Tingkat persediaan barang
·
Gerak
·
Cacat produksi
A.
Konsep Dasar Just In Time
Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu
metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan
perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan
produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan. Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas
dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik
itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses
manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal,
dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang
pada proses berikutnya
Terdapat
empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just In Time (JIT):
·
Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi
apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang
diperlukan.
·
Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian
cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses
berikutnya.
·
Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah
mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan.
·
Berpikir kreatif dan menampung saran-saran
karyawan
Guna mencapai empat konsep ini maka diterapkan sistem dan
metode sebagai berikut :
·
Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just
In Time (JIT).
·
Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan permintaan.
·
Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi
waktu pesanan produksi.
·
Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk
konsep tenaga kerja yang fleksibel.
·
Aktifitas perbaikan lewat kelompok kecil dan
sistem saran untuk meningkatkan moril tenaga kerja.
·
Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan
pengendalian mutu ke seluruh bagian perusahaan
B. Elemen-elemen Just In Time
·
Pengurangan waktu set up
·
Aliran produksi lancar (layout)
·
Produksi tanpa kerusakan mesin
·
Produksi tanpa cacat
·
Peranan operator
·
Hubungan yang harmonis dengan pemasok
·
Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
Sistem Kanban
Pengurangan Waktu set up dan ukuran lot
a. Pemilahan kegiatan set up
Kegiatan set up bisa dipilah menjadi:
1) Kegiatan eksternal set up: persiapan cetakan & alat bantu, pemindahan cetakan, dan lain-lain.
2) Kegiatan internal set up: bongkar pasang pada mesin, penyetelan mesin, dan lain-lain.
1) Kegiatan eksternal set up: persiapan cetakan & alat bantu, pemindahan cetakan, dan lain-lain.
2) Kegiatan internal set up: bongkar pasang pada mesin, penyetelan mesin, dan lain-lain.
b. Langkah mengurangi waktu set up:
·
Memisahkan pekerjaan set up yang harus diselesaikan
selagi mesin berhenti (internal set up) terhadap pekerjaan yang dapat
dikerjakan selagi mesin beroperasi (eksternal set up).
·
Mengurangi internal set up dengan mengerjakan
lebih banyak eksternal set up, contohnya: persiapan cetakan, pemindahan cetakan,
peralatan, dan lain-lain.
·
Mengurangi internal set up dengan mengurangi
kegiatan penyesuaian (adjustment), menyederhanakan alat bantu dan kegiatan
bongkar pasang, menambah personil pembantu, dan lain-lain.
·
Mengurangi total waktu untuk seluruh pekerjaan
set up, baik internal maupun eksternal.
Contoh:
Jika set up mesin lamanya 1 jam (60
menit), bisa disingkat menjadi 6 menit. Andaikata lot yang harus dibuat
banyaknya 3000 buah yang setiap unitnya memakan waktu 1 menit, maka waktu
produksinya = 1 jam + (3000 x 1 menit) = 3060 menit = 51 jam.
Setelah waktu set up dikurangi menjadi 6 menit, maka waktu produksinya menjadi = 6 menit + (3000 x 1 menit) = 3006 menit.
Namun, dengan waktu yang sama (3060 menit) dapat dibuat lot sebanyak 300 buah dari berbagai jenis, yang diulang sebanyak 10 kali, yaitu: {6 menit + (300 x 1 menit)} x 10 = 3060 menit = 51 jam.
Hal ini berarti sistem produksi lebih tanggap terhadap perubahan.
Setelah waktu set up dikurangi menjadi 6 menit, maka waktu produksinya menjadi = 6 menit + (3000 x 1 menit) = 3006 menit.
Namun, dengan waktu yang sama (3060 menit) dapat dibuat lot sebanyak 300 buah dari berbagai jenis, yang diulang sebanyak 10 kali, yaitu: {6 menit + (300 x 1 menit)} x 10 = 3060 menit = 51 jam.
Hal ini berarti sistem produksi lebih tanggap terhadap perubahan.
Aliran produksi lancar (layout)
a.
Pemborosan yang berkaitan dengan process Layout
b.
Pada layout proses ditemukan berbagai pemborosan,
yaitu:
·
Kesulitan koordinasi dan jadwal produksi
·
Pemborosan transportasi dan material handling
·
Akumulasi persediaan dalam proses
·
Penanganan material berganda bahkan beberapa
kali
·
Lead time produksi yang sangat panjang
·
Kesulitan mengenali penyebab cacat produksi
·
Arus material dan prosedur kerja sulit dibakukan
·
Sulitnya perbaikan kerja karena tidak ada
standardisasi
c. Aliran Produksi
·
Proses layout. Waktu simpan komponen lama,
tingkat persediaan tinggi, dan prioritas kerja sulit ditentukan.
·
Ketidakseimbangan jalur. Jika proses tidak
terkoordinir maka komponen akan terakumulasi sebagai persediaan, dan pengaturan
kerja akan sulit dilakukan.
·
Set up atau penggantian alat yang makan waktu.
Persediaan komponen akan menumpuk, sementara proses berikutnya akan tertunda.
·
Kerusakan dan gangguan mesin. Jalur akan
berhenti dan akan terjadi penumpukan barang dalam proses.
·
Masalah kualitas. Kalau cacat produksi
ditemukan, maka proses selanjutnya akan berhenti dan persediaan akan menumpuk.
·
Absensi. Jika seorang operator ada yang
berhalangan kerja dan penggantinya sulit ditemukan, maka jalur produksi akan
terhenti.
3. Produksi tanpa kerusakan mesin
a. Preventive Maintenance
·
Pendekatan untuk mencegah kerusakan dan gangguan
mesin dapat dilihat pada gambar 3.
·
Faktor penyebab gangguan mesin dapat dilihat
pada gambar 4.
·
Gangguan mesin dan penanggulangannya dapat
dilihat pada gambar 5.
b. Total Productive
Maintenance
Belajar bagaimana melakukan pemeliharaan rutin mesin,
misalnya: pelumasan, pengencangan baut, dan sebagainya. Guna mencegah penurunan
daya kerja mesin.
Melaksanakan petunjuk penggunaan mesin secara wajar.
Mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tanda-tanda awal penurunan kemampuan mesin, dengan melakukan perawatan yang mudah, pembersihan, penyetelan, dan lain-lain.
Melaksanakan petunjuk penggunaan mesin secara wajar.
Mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tanda-tanda awal penurunan kemampuan mesin, dengan melakukan perawatan yang mudah, pembersihan, penyetelan, dan lain-lain.
Sementara karyawan bagian pemeliharaan, bisa melakukan antara
lain
·
Membantu operator produksi mempelajari kegiatan
perawatan yang dapat dilakukan sendiri.
·
Memperbaiki penurunan kemampuan peralatan
melalui inspeksi berkala, bongkar pasang, dan penyesuaian atau penyetelan
kembali.
·
Menentukan kelemahan dalam rancang bangun mesin,
merencanakan dan melakukan tindakan perbaikan, menentukan kondisi wajar operasi
mesin.
·
Membantu operator menaikan kemampuan perawatan,
dan lain-lain.
VI. Manfaat
Untuk mengetahui mutu barang, jasa maupun pelayanan
yang dihasilkan, agar dapat meningkatkan mutu barang, jasa maupun pelayanan
yang dihasilkan.
Pengendalian mutu dilakukan karena dapat
meningkatkan indeks kepuasan mutu (quality satisfaction index), produkstivitas
dan efisiensi, laba/keuntungan, pangsa pasae, moral dan semnagat karyawan,
serta kepuasan pelanggan. Salah satu
manfaat audit yang paling sentral adalah sebagai dasar untuk mengambil
keputusan, melakukan perbaikan, meningkatkan eisiensi dan efektivitas fungsi
organisasi.
Manfaat dalam pengendalian mutu adalah sebagai berikut :
1.
Mutu
produk yang dibuat dapat diprediksi (baik atau tidak)
2.
Mutu
produk dipertahankan secara basic
3.
Biaya
inspeksi rendah.
4.
Menilai
ketaatan terhadap prosedur pengendalian mutu dan standar program mutu.
5.
Menilai
proses pengembalian keputusan untuk keabsahan.
6. Menilai
karakteristik mutu suatu produk serta proses yang berkaitan dengan spesifikasi
dari pelanggan atau pendesainmelalui pengendalian dari inspkesi regular.
7.
Memperbaiki
efektivitas dari program manajemen mutu.
8.
Mengeksplorasi
penyebab kerusakan, keluhan pelanggan dan masalah lain.
9.
Memperoleh
sertifikasi normal dari program manajemen mutu.
10. Mengarahkan
dan memotivasi staff dan manajemen untuk menciptakan kesadaran mutu.
11. Menunjukkan
perhatian manajemen mutu terhadap pemasok untuk memperoleh perlindungan atas
tuntutan liabilitas produk.
12.
Memperkenalkan
formalitas dan konsistensi dalam program mutu.
13.
Melakukan
pelatihan dan memberikan pengetahun teknis.
Referensi
:
http://yhudaya.blogspot.co.id/2015/06/teknik-dan-alat-pengendalian-mutu.html
http://tiyumimenyapa.blogspot.co.id/2013/11/makalah-manajemen-pengendalian-mutu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar