Dari jauh ku lihat cahaya kuning menyapa hangat
Lalu ada angin yang terasa nyaman
Aku suka hembusan angin ini
Apakah namanya?
Apalagi saat keretanya melintas tepat didepanku
Boleh kah aku ikut menyusuri
Rel rel yang penuh kisah dan memori
Dari manusia yang telah membuang cerita disetiap sela rel melalui jendela kaca ini
Kamis, 20 September 2018
Ombak
Katanya deru ombak terlihat hebat saat badai
Tapi ombak lebih suka memandang senja dalam ketenangan
Tapi ombak lebih suka memandang senja dalam ketenangan
Rabu, 19 September 2018
#FATHIA
Tulisan tgl 18-2-2018
-----------------------------------
-----------------------------------
Chapter 1
Rindu dan Permulaan Meniti Rindu
Dalam gelap kesepian
Ada nama rindu yang mengakar
Bisa kah batas dosa
Tak halangi jalan 2 manusia
Malam bisu dan dingin, tertanggal 14 Februari 2016. Malam yang dingin ditemani rintik hujan dan sayap sayap yang menutupi cahaya lampu 5 watt di pelataran itu. Aku tertegun dengan keindahan malam penuh memori. Mengenai kamu yang merasa tak bisa tetap disini. Bisakah aku menahanmu, nyatanya tidak. Kamu sangat takut akan dosa mu dan meninggalkan aku dalam tanda Tanya yang aku temukan jawabannya sendiri. Kamu yang kesepian membuat aku tak menyesal mengenalmu. Meskipun ku tahu sekarang rasa sepi dan Rindu tetap ada dalam hati ku. Belum sembuh aku, dan ku harap kamu kembali, walau ku tahu kamu tak berharap kembali.
Bisakah angin sampai kan perasaan
dan isi hati ku kepada mu. Nyatanya 1 tahun terasa seabad. Dan aku mulai merasa
hampa meski ku mau tetap menunggu mu dan mengenang waktu bersamamu. Bisakah
malam cepat membuat waktu berjalan lebih cepat sampai aku bertemu denganmu
kembali, itu yang aku yakini. Walau kenyataan tak bisa bersamaku. Dan aku
menangis dalam kesalahan yang tak kamu duga dan kamu membuat kesalahan baru dan
aku harap kamu mau membalasnya dengan kembali kesini dalam memori seperti dulu.
Ku mohon, baca pesan ini melalui angin malam Jakarta, tanggal 14 Februari 2016.
Fathia Kirana Puspa
Yang selalu menunggu Siddiq Iqbal Alfatih.
--------------------------------
Gaza, 14 Februari 2016
Saya yakin kamu tidak akan bertanya lagi, mengapa saya pergi dan tak berharap kembali, saya tahu perasaan mu kepada saya, saya tahu darinya. Tapi memang cukup sampai disitu saya telah merepotkan dan membuat cerita yang tak seharusnya kepada kamu. Saya yang masuk dalam hidup kamu yang tak terasa membosankan dan saya mengubahnya dengan semua tanda Tanya yang selalu mengitari diri saya. Maaf, itu memang tak seharusnya. Saya berharap kamu bahagia disana. Saya harap dengan mengetahui tanda Tanya itu kamu akan melepaskan semua memori itu dan membiarkan hanya sebuah mimpi yang tak nyata. Dan dalam 1 tahun tanpa mengetahui kabarmu, saya harap kamu tetap bahagia. Betapa kamu tahu saya ingin cepat pergi dari dunia ini. Karena saya terlalu takut dengan apa yang terjadi. Saya mohon berbahagialah, dunia akan cepat memudar.
Siddiq Iqbal Alfatih
Dalam harapan tak kembali
PAGI 01 Februari 2010
“Thia, Fathia…. ayo cepat kemari,
lihat siapa yang ada disini” Ibu Fathia dengan suara menggelegar.
Aku tahu bahwa akan ada yang
datang menjadi tetangga baruku, manusia baru itu akan tinggal di rumah keluarga
Bapak Thomas seorang mualaf dan yang ku dengar manusia baru tersebut akan
tinggal selama 1 tahun. Dan sudah mampu membuat seisi rumah lebih ramai dari
sebelumnya. Entah apa yang membuat mereka semua bersemangat dengan
kedatangannya yang bagiku tetap tanda Tanya. Bayangkan saja, cerita yang
dikemukakan ibuku mengenai keluarganya bagiku biasa saja. Mereka tetap manusia
yang di ciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala ke bumi ini dengan konsumsi nasi,
oksigen yang sama, tanah pijak juga di bumi, airnya juga di bumi dan mereka
bukan vampire dalam cerita kuno atau keluarga dari abad 30 yang datang dengan
mesin waktu dan membawa doraemon ke abad ini. Dan nyatanya mereka biasa. Hanya
1 hal yang memberi rasa tertarikku yaitu mereka tinggal di Inggris, tapi itu
hanya 1 % tingkat rasa tertarikku. Karena banyak temanku dari berbagai Negara.
Dan aku merasa semua sama saja. Ya, meskipun ada perbedaan 1% dari teman-teman
lokalku disini.
“FATHIA, cepet kedepan………………………… sayang”
Ibu memulai panggilan sayangnya.
“Iya bu, Thia segera kedepan, ini
tangan Thia lagi beleberan tepung” Fathia pun bersihkan tangannya dan segera
meninggalkan permainan Karambol, permainan yang dia mainkan sendirian di taman
teras belakang rumah.
“Pasti nanti disuruh salaman,
biarin aja tangan ku banyak tepungnya, hahahaha” Fathia mulai membuat strategi
perkenalan yang menyebalkan.
Sesaat Fathia tiba, sudah berdiri
seorang manusia yang memiliki tubuh tegap, tinggi, ideal, rambut yang tertata
dan akhirnya Fathia merasa tersengat saat mata mereka saling bertatapan dalam 3
detik saja. Anehnya Fathia langsung menundukkan wajah secara reflek dan
mulutnya seperti komat kamit tetapi tak bermaksud berbicara apapun.
“Fathia, ada apa? Ibu membisik.
“Fathia, kenalkan ini … “ Ibu
melanjutkan tanpa berbisik.
“H h h hai, saya Fathia Kirana
Puspa” Fathia menyambar, dan langsung perkenalkan dirinya yang terbiasa menyebut nama lengkapnya ketika memperkenalkan diri dengan berbicara sambil menutupi sebuah hal yang ia tutupi padahal Ibunya belum selesai memperkenalkan manusia baru itu.
Tiba tiba manusia baru itu
mendekat dan ……………………………………
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lanjut di Chapter 2
Judul cerita ini belum dapet yang cocok, kasih tau kalau ada ide ya :)
Tunggu Saja
Aku bukan sedang menyerah
Aku juga bukan berhenti
Tapi aku butuh waktu
Untuk membuat perbekalan dan persiapan
Bukan untuk lari kearah yang lain
Tapi sedang mencari Start yang pas untuk aku mulai
Bukan ingin tak melihat yang ada lagi
Tapi ingin memalingkan sesaat ke bumi dan ke langit
Bukan menghilang seperti terkubur
Tapi sedang mengatur nafas untuk bersiap terbang
Jika ku paksakan diriku saat ini
Aku yakin akan ada air mata yang tak bisa ku tahan
Aku yakin akan ada kegundahan didalam hati
Aku yakin kesiapan itu harus ku siapkan
Tunggu saja sesaat
Dan lihat aku kembali lagi
Langganan:
Postingan (Atom)