Rabu, 19 September 2018

#FATHIA


Tulisan tgl 18-2-2018
-----------------------------------
Chapter 1
Rindu dan Permulaan Meniti Rindu


Dalam gelap kesepian
Ada nama rindu yang mengakar
Bisa kah batas dosa
Tak halangi jalan 2 manusia

Malam bisu dan dingin, tertanggal 14 Februari 2016. Malam yang dingin ditemani rintik hujan dan sayap sayap yang menutupi cahaya lampu 5 watt di pelataran itu. Aku tertegun dengan keindahan malam penuh memori. Mengenai kamu yang merasa tak bisa tetap disini. Bisakah aku menahanmu, nyatanya tidak. Kamu sangat takut akan dosa mu dan meninggalkan aku dalam tanda Tanya yang aku temukan jawabannya sendiri. Kamu yang kesepian membuat aku tak menyesal mengenalmu. Meskipun ku tahu sekarang rasa sepi dan Rindu tetap ada dalam hati ku. Belum sembuh aku, dan ku harap kamu kembali, walau ku tahu kamu tak berharap kembali.
Bisakah angin sampai kan perasaan dan isi hati ku kepada mu. Nyatanya 1 tahun terasa seabad. Dan aku mulai merasa hampa meski ku mau tetap menunggu mu dan mengenang waktu bersamamu. Bisakah malam cepat membuat waktu berjalan lebih cepat sampai aku bertemu denganmu kembali, itu yang aku yakini. Walau kenyataan tak bisa bersamaku. Dan aku menangis dalam kesalahan yang tak kamu duga dan kamu membuat kesalahan baru dan aku harap kamu mau membalasnya dengan kembali kesini dalam memori seperti dulu. Ku mohon, baca pesan ini melalui angin malam Jakarta, tanggal 14 Februari 2016.

Fathia Kirana Puspa
Yang selalu menunggu Siddiq Iqbal Alfatih.

--------------------------------

Gaza, 14 Februari 2016

Saya yakin kamu tidak akan bertanya lagi, mengapa saya pergi dan tak berharap kembali, saya tahu perasaan mu kepada saya, saya tahu darinya. Tapi memang cukup sampai disitu saya telah merepotkan dan membuat cerita yang tak seharusnya kepada kamu. Saya yang masuk dalam hidup kamu yang tak terasa membosankan dan saya mengubahnya dengan semua tanda Tanya yang selalu mengitari diri saya. Maaf, itu memang tak seharusnya. Saya berharap kamu bahagia disana. Saya harap dengan mengetahui tanda Tanya itu kamu akan melepaskan semua memori itu dan membiarkan hanya sebuah mimpi yang tak nyata. Dan dalam 1 tahun tanpa mengetahui kabarmu, saya harap kamu tetap bahagia. Betapa kamu tahu saya ingin cepat pergi dari dunia ini. Karena saya terlalu takut dengan apa yang terjadi. Saya mohon berbahagialah, dunia akan cepat memudar.

Siddiq Iqbal Alfatih
Dalam harapan tak kembali

-------------------------------- 

PAGI 01 Februari 2010

“Thia, Fathia…. ayo cepat kemari, lihat siapa yang ada disini” Ibu Fathia dengan suara menggelegar.

Aku tahu bahwa akan ada yang datang menjadi tetangga baruku, manusia baru itu akan tinggal di rumah keluarga Bapak Thomas seorang mualaf dan yang ku dengar manusia baru tersebut akan tinggal selama 1 tahun. Dan sudah mampu membuat seisi rumah lebih ramai dari sebelumnya. Entah apa yang membuat mereka semua bersemangat dengan kedatangannya yang bagiku tetap tanda Tanya. Bayangkan saja, cerita yang dikemukakan ibuku mengenai keluarganya bagiku biasa saja. Mereka tetap manusia yang di ciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala ke bumi ini dengan konsumsi nasi, oksigen yang sama, tanah pijak juga di bumi, airnya juga di bumi dan mereka bukan vampire dalam cerita kuno atau keluarga dari abad 30 yang datang dengan mesin waktu dan membawa doraemon ke abad ini. Dan nyatanya mereka biasa. Hanya 1 hal yang memberi rasa tertarikku yaitu mereka tinggal di Inggris, tapi itu hanya 1 % tingkat rasa tertarikku. Karena banyak temanku dari berbagai Negara. Dan aku merasa semua sama saja. Ya, meskipun ada perbedaan 1% dari teman-teman lokalku disini.

“FATHIA, cepet kedepan………………………… sayang” Ibu memulai panggilan sayangnya.

“Iya bu, Thia segera kedepan, ini tangan Thia lagi beleberan tepung” Fathia pun bersihkan tangannya dan segera meninggalkan permainan Karambol, permainan yang dia mainkan sendirian di taman teras belakang rumah.

“Pasti nanti disuruh salaman, biarin aja tangan ku banyak tepungnya, hahahaha” Fathia mulai membuat strategi perkenalan yang menyebalkan.

Sesaat Fathia tiba, sudah berdiri seorang manusia yang memiliki tubuh tegap, tinggi, ideal, rambut yang tertata dan akhirnya Fathia merasa tersengat saat mata mereka saling bertatapan dalam 3 detik saja. Anehnya Fathia langsung menundukkan wajah secara reflek dan mulutnya seperti komat kamit tetapi tak bermaksud berbicara apapun.

“Fathia, ada apa? Ibu membisik.

“Fathia, kenalkan ini … “ Ibu melanjutkan tanpa berbisik.

“H h h hai, saya Fathia Kirana Puspa” Fathia menyambar, dan langsung perkenalkan dirinya yang terbiasa menyebut nama lengkapnya ketika memperkenalkan diri dengan berbicara sambil menutupi sebuah hal yang ia tutupi padahal Ibunya belum selesai memperkenalkan manusia baru itu.

Tiba tiba manusia baru itu mendekat dan ……………………………………



------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lanjut di Chapter 2

Judul cerita ini belum dapet yang cocok, kasih tau kalau ada ide ya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar